Thursday, September 1, 2016

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia






Korupsi merupakan masalah kriminal yang belum terselesaikan selama 71 tahun Indonesia telah merdeka. Korupsi sudah menjadi penyakit sosial yang sangat berbahaya dan menggurita menyebabkan kerugian keuangan negara dari segi materiil dan berdampak sangat besar dalam menghambat pembangunan Indonesia. Menurut perspektif hukum, pengertian Korupsi menurut Undang -Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sehingga dapat disimpulkan, korupsi adalah perbuatan melawan hukum berupa kecurangan yang melalaikan kewajiban dan memanfaatkan wewenang yang dimiliki dengan tujuan memperkaya diri demi kepentingan keuntungan diri sendiri atau kelompoknya.


Siapa saja yang bisa digolongkan sebagai pelaku tindak pidana korupsi? Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yang dapat digolongkan sebagai pelaku korupsi yaitu (1) Pegawai Negeri, meliputi: Pegawai Negeri Sipil, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat; (2) Korporasi, yaitu kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum; (3) Setiap orang, yaitu orang-perseorangan atau termasuk korporasi.

Banyaknya kasus - kasus korupsi yang merugikan negara terungkap di tahun 2014 seperti Bailout Bank Century, kasus – kasus suap dan korupsi yang melibatkan banyak pejabat – pejabat tinggi negara seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia, Menteri Pemuda dan Olahraga, Ketua Mahkamah Konstitusi, Gubernur Provinsi Banten dan Riau, Bupati Bogor, Ketua Satuan Kerja Khusus Migas, Deputi Bank Indonesia, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Petinggi Polri serta masih banyak lagi kasus - kasus lain baik yang telah terungkap dan dalam tahap pengadilan maupun yang masih dalam proses penyidikan.

Tabel 1.1
Data Pelaku Korupsi Berdasarkan Jabatan yang Ditangani oleh KPK
Tahun 2010 – 2015
Jabatan Pelaku
Tahun / Jumlah Kasus
Total Berdasarkan Jabatan Pelaku
(2004 - 2015)
2010
2011
2012
2013
2014
2015
PNS
Eselon I/II/III
12
15
8
7
1
7
124
Hakim
1
2
2
3
2
3
13
Jumlah Pelaku PNS
137
Non PNS tetapi menerima gaji atau upah dari Keuangan Negara
Anggota DPR dan DPRD
27
5
16
8
3
19
101
Kepala Lembaga/ Kementerian
2
0
1
4
8
3
23
Duta Besar
1
0
0
0
0
0
4
Komisioner
0
0
0
0
0
0
7
Gubernur
1
0
0
2
2
4
17
Walikota/ Bupati dan Wakil
4
4
4
3
8
4
49
Jumlah Pelaku Non PNS
201
Swasta tetapi menerima bantuan dari keuangan Negara
Swasta
8
10
16
24
12
18
128
Lainnya
9
3
3
8
5
5
53
Jumlah Pelaku Swasta
181
Total Berdasarkan Tahun
65
39
50
59
41
63
519
Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi (http://acch.kpk.go.id/) (2016)

Dapat dilihat pada tabel 1.1 diatas, korupsi di Indonesia sudah merajalela dan mewabah hampir di seluruh instansi publik di seluruh birokrat pemerintahan. Pejabat – pejabat tinggi yang telah diambil sumpahnya untuk membaktikan dirinya dalam membangun bangsa dan seharusnya menjadi panutan malah menjadi pelaku korupsi utama. Hal itu bisa terjadi karena korupsi tercipta secara sistematis terjadi baik pejabat dari tingkat pusat dan daerah serta tingkat atas hingga bawah menyebabkan persepsi bahwa korupsi dianggap menjadi tindakan wajar dan biasa. Selain itu, hampir sudah tidak ada lagi rasa malu bagi pihak yang terkena dan tersangkut kasus korupsi mencerminkan rendahnya moralitas yang dimiliki. Bahkan organisasi swasta, non pemerintah, turut bermain mata, kongkalikong, bila berurusan dengan instansi/pegawai pemerintah dan itu sudah dianggap wajar guna memuluskan keperluannya. Transparency International (TI) yang merupakan organisasi masyarakat sipil global yang didirikan pada tahun 1993 dengan tujuan memimpin perjuangan gerakan anti korupsi, membawa dan meningkatkan kesadaran bersama - sama dalam menciptakan perubahan menuju dunia yang bebas dari korupsi mengeluarkan hasil data Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Indeks ini menggunakan definisi korupsi sebagai kejahatan penyalahgunaan jabatan oleh pegawai negeri dan kaum politisi untuk kepentingan pribadi yang datanya didapatkan dari pandangan beberapa lembaga - lembaga bereputasi seperti Asian Development Bank, World Bank, World Economic Forum dan lainnya yang melakukan kajian mengenai tingkat korupsi di berbagai negara.

Tabel 1.2
Indeks Persepsi Korupsi dari Tahun 2011 - 2015
No
Negara
Skor IPK/ Peringkat Dunia
2011
2012
2013
2014
2015
1
Thailand
3,4 (80)
37 (88)
35 (102)
38 (85)
38 (76)
2
Filiphina
2,6 (129)
34 (105)
36 (94)
38 (85)
35 (95)
3
Indonesia
3,0 (100)
32 (118)
32 (114)
34 (107)
36 (88)
4
Vietnam
2,9 (112)
31 (123)
31 (116)
31 (119)
31 (112)
5
Myanmar
1,5 (180)
15 (172)
21 (157)
21 (156)
22 (147)
6
Laos
2,2 (154)
21 (160)
26 (140)
25 (145)
25 (139)
7
Kamboja
2,1 (164)
22 (157)
20 (160)
21 (156)
21 (150)
8
Malaysia
4,3 (60)
49 (54)
50 (53)
50 (52)
50 (54)
9
Singapura
9,2 (5)
87 (5)
86 (5)
84 (7)
85 (8)
10
Brunei
5,2 (44)
55 (46)
60 (38)
-
-
11
Timor Leste
2,4 (143)
33 (113)
30 (119)
28 (133)
28 (123)
Sumber: Transparency International (http://www.transparency.org/) (2016)


Dalam Tabel 1.2, Penulis mengurutkan nomor kolom berdasarkan lamanya negara tersebut merdeka. Thailand merupakan satu – satunya negara yang tidak pernah dijajah dan Timor Leste merupakan negara termuda yang meraih kemerdekaan. Belum banyak perubahan terjadi, hasil CPI dalam lima tahun terakhir menunjukkan Indeks Indonesia selalu stagnan berada disekitar peringkat 100 kebawah yaitu diantara peringkat 100 hingga 118. Di tahun 2015, skor IPK Indonesia naik tidak begitu banyak tetapi dari segi peringkat naik sangat drastis. Walaupun begitu, Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Malaysia dan Singapura yang berbatasan dekat dan lebih muda dalam meraih kemerdekaan dengan Indonesia. Bahkan bila dibandingkan dengan negara mantan provinsi ke – 27 pun terbilang tidak cukup jauh. Tetapi skor KPI tidak dapat dijadikan tolak ukur dikarenakan skor KPI merekam persepsi dan tidak mudah diubah didasarkan atas rata – rata bergerak tiga tahun terakhir (Tuanakotta, 2014).