Sunday, February 18, 2018

Akuntansi Pemerintahan: Pokok Bahasan UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara


  1. Ketentuan Umum
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.

Perbendaharaan Negara meliputi:
1.        Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara
2.        Pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah
3.        Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara
4.        Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah
5.        Pengelolaan kas
6.        Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah
7.        Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah
8.        Penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah
9.        Penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan apbn/apbd
10.    Penyelesaian kerugian negara/daerah
11.    Pengelolaan badan layanan umum
12.    Perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan apbn/apbd

Asas Umum:
Azas Pelaksanaan Anggaran Undang–undang  tentang APBN sebagai dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara. Peraturan Daerah tentang APBD sebagai dasar pagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah. Dimana berdasarkan UU No. 1 Tahun 2004 pasal 3, asas umum dari pembendaharaan negara adalah:
1.         Undang–undang  tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran Negara
2.         Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah
3.         Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
4.         Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN
5.         Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD
6.         Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah
7.         Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga

  1. Pejabat Perbendaharaan Negara
Pengguna Anggaran:
1.         Menteri/ pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
a.        Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
b.        Menunjuk kuasa pengguna anggaran/pengguna barang
c.         Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara
d.        Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang
e.        Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja
f.          Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran
g.        Menggunakan barang milik negara
h.        Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara
i.          Mengawasi pelaksanaan anggaran
j.          Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya

2.         Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah, berwenang:
a.        Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD
b.        Menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran
c.         Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah
d.        Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah
e.        Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah
f.          Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran

3.         Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya, berwenang:
a.        Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
b.        Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja
c.         Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran
d.        Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
e.        Mengelola utang dan piutang
f.          Menggunakan barang milik daerah
g.        Mengawasi pelaksanaan anggaran


Bendahara Umum Negara :
Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara yang berwenang:
1.         Menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran Negara
2.         Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
3.         Melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran Negara
4.         Menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas Negara
5.         Menunjuk bank dan/ atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara
6.         Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran Negara
7.         Menyimpan uang Negara
8.         Menempatkan uang negara dan mengelola/ menatausahakan investasi
9.         Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum Negara
10.     Melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah memberikan pinjaman atas nama pemerintah
11.     Melakukan pengelolaan utang dan piutang negara
12.     Mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi Pemerintahan
13.     Melakukan penagihan piutang Negara
14.     Menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Negara
15.     Menyajikan informasi keuangan negara
16.     Menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik Negara
17.     Menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak
18.     Menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Tugas kebendaharaan meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu berkewajiban memerintahkan penagihan piutang negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran. Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran.

Bendahara Umum Daerah
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah Bendahara Umum Daerah yang memiliki wewenang:
1.         Menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD
2.         Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
3.         Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD
4.         Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas Daerah;
5.         Melaksanakan pemungutan pajak daerah
6.         Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau Lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk
7.         Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD
8.         Menyimpan uang daerah
9.         Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/ menatausahakan investasi
10.     Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas Beban rekening kas umum daerah
11.     Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah Daerah;
12.     Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah
13.     Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah
14.     Melakukan penagihan piutang daerah
15.     Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah
16.     Menyajikan informasi keuangan daerah
17.     Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah

Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
Menteri atau pimpinan lembaga atau gubernur atau bupati atau walikota mengangkat Bendahara Penerimaan atau Pejabat Fungsional untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan anggaran belanja pada kantor atau satuan kerja di lingkungan kementerian Negara atau lembaga atau satuan kerja perangkat daerah.
Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan penjualan tersebut.

  1. Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara dan Daerah
Tahun Anggaran
Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
1.         Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
2.         Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
3.         Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun–tahun anggaran berikutnya
Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara.

APBD dalam satu tahun anggaran meliputi:
1.         Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
2.         Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
3.         Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun–tahun anggaran berikutnya
Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah

Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada semua menteri atau pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing–masing kementerian Negara atau lembaga. Menteri atau pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian Negara atau lembaga yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Presiden.
Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap–tiap satuan kerja, serta pendapatan yang diperkirakan. Pada dokumen pelaksanaan anggaran, dilampirkan rencana kerja dan anggaran Badan Layanan Umum dalam lingkungan kementerian negara yang bersangkutan. Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri atau pimpinan lembaga, kuasa bendahara umum negara, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Setelah APBD ditetapkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah memberitahukan kepada semua kepala satuan kerja perangkat daerah agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk Undang–undang  satuan kerja perangkat daerah. Kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yangditetapkan oleh gubernur atau bupati atau walikota.
Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap–tiap satuan kerja serta pendapatan yang diperkirakan. Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah disampaikan kepada Kepala satuan kerja perangkat daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
Peraturan dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan adalah sebagai berikut:
1.         Setiap kementerian Negara atau lembaga atau satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya
2.         Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara/Daerah pada waktunya yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah
3.         Penerimaan kementerian Negara atau lembaga atau satuan kerja perangkat daerah tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran
4.         Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh negara/daerah adalah hak negara/daerah

Pelaksanaan Anggaran Belanja
Pada Pelaksanaan Anggaran Belanja, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dapat dengan cara mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan (Pasal 17 ayat 1 dan 2).
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang:
1.        menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;
2.        meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/ perjanjian pengadaan barang/jasa;
3.        meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
4.        membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;
5.        memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.
Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud (Pasal 18).
Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara, dengan wajib untuk :
1.        meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
2.        menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran;
3.        menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
4.        memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;
5.        menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan…. (Pasal 19 ayat 1 dan 2)

Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBD dilakukan oleh Bendahara Umum Daerah, dengan wajib untuk :
1.         meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran;
2.         menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam perintah pembayaran;
3.         menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
4.         memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah;
5.         menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan…. (Pasal 20 ayat 1 dan 2)

Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima. Sehingga untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran (Pasal 21 ayat 1 dan 2).
Pada pasal 21 ayat 3, Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah :
1.        meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
2.        menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran;
3.        menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan pada ayat (3) tidak dipenuhi serta bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya.

  1. Pengelolaan Uang
Pengelolaan Kas Umum Negara / Daerah
Pada Pasal 22, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah melalui Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral (Treasury Single Account – TSA). Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran negara, Bendahara Umum Negara dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada bank umum. Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung penerimaan negara setiap hari. Saldo Rekening Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral namun jika belum dapat dilakukan setiap hari, Bendahara Umum Negara mengatur penyetoran secara berkala. Rekening Pengeluaran pada bank umum diisi dengan dana yang bersumber dari Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral. Jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBN.
Pada Pasal 23, Pemerintah Pusat memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang disimpan pada bank sentral. Jenis dana, tingkat bunga dan/atau jasa giro serta biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank sentral, ditetapkan berdasarkan kesepakatan Gubernur bank sentral dengan Menteri Keuangan.
Pada Pasal 24, Pemerintah Pusat/Daerah berhak memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang disimpan pada bank umum yang didasarkan pada tingkat suku bunga dan/atau jasa giro yang berlaku. Demikian halnya dengan biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank  umum didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada bank umum yang bersangkutan.
Pada Pasal 25, bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah merupakan Pendapatan Negara/Daerah, sedangkan Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum dibebankan pada Belanja Negara/Daerah.
Pada Pasal 26, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam hal tertentu dapat menunjuk badan lain untuk melaksanakan penerimaan dan/atau pengeluaran negara untuk mendukung kegiatan operasional kementerian negara/lembaga melalui suatu kontrak kerja dimana Badan lain yang ditunjuk berkewajiban menyampaikan laporan secara berkala kepada Bendahara Umum Negara mengenai pelaksanaan penerimaan dan/atau pengeluaran sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Pada Pasal 27, dalam rangka penyelenggaraan rekening Pemerintah Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah pada bank yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota. Dalam pelaksanaan operasional Penerimaan dan Pengeluaran Daerah, Bendahara Umum Daerah dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada bank yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota. Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung Penerimaan Daerah setiap hari dimana saldo Rekening Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah. Rekening Pengeluaran pada bank diisi dengan dana yang bersumber dari Rekening Kas Umum Daerah dan jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBD.
Pada Pasal 28, pokok-pokok mengenai pengelolaan uang negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah setelah dilakukan konsultasi dengan bank sentral yang pedoman lebih lanjut mengenainya ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Sedangkan pelaksanaan ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan uang daerah selanjutnya diatur dengan peraturan daerah.

Pelaksanaan Penerimaan Negara / Daerah oleh Kementerian Negara / Lembaga / Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pada Pasal 29, Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan penerimaan di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah memperoleh persetujuan dari Bendahara Umum Negara dan mengangkat bendahara untuk menatausahakan penerimaan negara di lingkungan kementerian negara/lembaga. Serta dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening.
Pada pasal 30, Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan penerimaan di lingkungan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang–undangan yang berlaku dan mengangkat bendahara untuk menatausahakan penerimaan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya

Pengeloaan Uang Persediaan untuk Keperluan Kementerian Negara / Lembaga / Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pada Pasal 31, Menteri/pimpinan lembaga dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran kementerian negara/lembaga. Serta dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau penutupan.
Pada Pasal 32, Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan satuan kerja perangkat daerah serta mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran satuan kerja perangkat daerah.



E.      Pengelolaan Piutang dan Utang
Pengelolaan Piutang
Pada Pasal 33, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang–undang tentang APBN; memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga asing sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang–undang tentang APBN yang tata cara pemberian pinjaman atau hibah diatur dengan peraturan pemerintah
Pada Pasal 34, setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu. Apabila Piutang negara/daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang–undangan  yang berlaku.
Pada Pasal 35, piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai dengan ketentuan perundang–undangan yang berlaku.
Pada Pasal 36, penyelesaian piutang negara/daerah yang timbul sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang–undang yakni :
a.         Menteri Keuangan, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati tidak lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.         Presiden, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c.         Presiden, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pelaksanaan ketentuan menyangkut piutang Pemerintah Daerah ditetapkan oleh:
a.         Gubernur/bupati/walikota, jika bagian piutang daerah yang tidak disepakati tidak lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b.         Gubernur/bupati/walikota, setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, jika bagian piutang daerah yang tidak disepakati lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Perubahan atas jumlah uang, ditetapkan dengan Undang–undang.

Pada Pasal 37, Piutang negara/daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang–undang yakni :
a.         Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.         Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
c.         Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Penghapusan menyangkut piutang Pemerintah Daerah, ditetapkan oleh :
a.         Gubernur/bupati/walikota untuk jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b.         Gubernur/bupati/walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Perubahan atas jumlah uang, ditetapkan dengan Undang–undang serta tata cara penyelesaian dan penghapusan piutang negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.

Pengelolaan Utang
Pada Pasal 38, Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang–undang  APBN. Dimana Utang/hibah tersebut dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD. Sedangkan biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah dibebankan pada Anggaran Belanja Negara dan tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.
Pada Pasal 39, Gubernur/bupati/walikota dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Dimana Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah menyiapkan pelaksanaan pinjaman daerah sesuai dengan keputusan gubernur/bupati/walikota. Sedangkan biaya berkenaan dengan pinjaman dan hibah daerah dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah dan tata cara pelaksanaan dan penatausahaan utang negara/daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pada Pasal 40, hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh Undang–undang. Kedaluwarsaan tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara/daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Ketentuan tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara/daerah.

F.       Pengelolaan Investasi
Pada Pasal 41, Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung dan diatur dengan peraturan pemerintah. Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sedangkan penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan daerah.

G.     Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah
Menteri Menteri Keuangan mengatur pengelolaan barang milik negara; Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Sedangkan Kepala kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah Kuasa Pengguna Barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.
Gubernur/bupati/walikota menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota. Sedangkan Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Pengguna Barang/Kuasa Penggunan Barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

Pemindahtanganan Barang Milik Negara
Barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.
Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Persetujuan DPR dilakukan untuk :
1.         pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan
2.         pemidahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai > Rp. 100 milyar.
Persetujuan Presiden dilakukan untuk pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai > Rp. 10 milyar sampai dengan Rp. 100 milyar.
Persetujuan Menteri Keuangan diperlukan untuk pemindahan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai sampai dengan Rp. 10 milyar.
Persetujuan DPRD dilakukan untuk :
1.         pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan
2.         pemidahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai > Rp. 5 milyar. setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.

Pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang :
1.         sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
2.         harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
3.         diperuntukkan bagi pegawai negeri;
4.         diperuntukkan bagi kepentingan umum;
5.         dikuasai Negara (psl46)/daerah(psl47) berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang–undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

Penjualan Barang Milik Negara/Daerah
Penjualan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu diatur dengan peraturan pemerintah. Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib. Tanah dan bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah.
Barang milik negara/daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Pusat/Daerah. Barang milik negara/daerah dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.

  1. Larangan Penyitaan Uang dan Barang Milik Negara/Daerah dan/atau Yang Dikuasai Negara/Daerah (pasal 50)
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
1.         uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
2.         uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
3.         barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
4.         barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
5.         barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.

  1. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN/APBD
Akuntansi Keuangan
Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset utang dan ekuitas dana termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.

Penatausahaan Dokumen
Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen berkaitan dengan perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku.

Pertanggungjawaban Keuangan
Bendahara Penerimaan/Pengeluaran bertangung jawab secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggungjawabnya kepada Kuasa Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah.
Kuasa Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.
Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Presiden dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.
Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.

Pengguna Anggaran
Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam penguasaannya.
Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formla dan material kepada Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya.

Laporan Keuangan
Menteri Keuangan menyusun Laporan Keuangan Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat :
a.         Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Catatan atas Laporan Keuangan, dilampiri Laporan Keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing.
b.         Laporan Keuangan dimaksud disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
c.         Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat.
Laporan Keuangan Pemerintah Puat disampaikan Presiden kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan yang bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum. Dimana pembentukan, susunan, kedudukan, keanggotaan, dan masa kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan ditetapkan dengan keputusan Presiden.


  1. Pengendalian Intern Pemerintah
Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh dimana sistem pengendalian intern ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

  1. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang–undangan yang berlaku.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara wajib mengganti kerugian tersebut.
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/ satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepada kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui. (pasal 60)
Pengenaan ganti rugi negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. (pasl 62)
Ketentuan lebih lanjut tentang pengeluaran ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam Undang–undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pengenaan ganti rugi negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota. (pasal 63)
Tata cara tuntutan ganti rugi kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.

  1. Pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) (pasal 68, 69)
Rencana Kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan Kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian negara/lembaga/Pemerintah Daerah.
Pendapatan dan belanja BLU dalam rencana kerja dan anggaran tahunan dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian Negara/lembaga/ Pemerintah Daerah.
Pendapatan BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah.
Pendapatan dimaksud dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU bersangkutan.

  1. Ketentuan Peralihan
Pembentukan Jabatan Fungsional Bendahara
Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengalaman dan pengukuran berbasis kas.
Penyimpanan uang negara dalam Rekening Kas Umum Negara pada Bank Sentral dilaksanakan secara bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2006.

  1. Ketentuan Penutup
            Pada saat berlakunya Undang–undang  ini ICW stbl 1925 No. 448 dinyatakan tidak berlaku.