Tuesday, May 31, 2011

Tugas Etika Profesi Akuntansi

MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI

PRAKTIK BISNIS TIDAK ETIS PADA
brands_sunbeam_smSUNBEAM CORPORATION






Disusun Oleh:
-          Ilham Ramadhan Ersyafdi
-          Rati Agustia
Dosen           : Marsellisa Nindito, SE.Ak, M.Sc
S1 Akuntansi Reguler 2008




Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Jakarta

BAB I
PENDAHULUAN

I.1        LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu pondasi berjalannya kehidupan di suatu negara adalah dengan adanya sistem perekonomian. Sejak runtuhnya sistem perekonomian komunis, sistem perekonomian kapitalis menjadi makin kuat dan berkuasa. Ditambah pula adanya arus globalisasi dan perdagangan bebas yang menjadikan sistem ini berkembang pesat. Sistem perekonomian ini memunculkan berbagai perusahaan raksasa yang memiliki kekuasaan besar dalam menjalankan aktivitasnya. Hal ini memberikan kesempatan korporasi – korporasi tersebut untuk melakukan praktik bisnis yang tidak etis yang berujung pada krisis ekonomi di berbagai negara, termasuk di negara Amerika.
Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat tidak bisa dilepas dari buruknya tata kelola perusahaan, praktik bisnis yang tidak etis dan melakukan kecurangan dengan memalsukan laporan keuangan demi kepentingan pribadi. Banyak contoh berbagai  skandal  pada  beberapa  korporasi  besar di Amerika Serikat seperti:  Sunbeam Corporation, Enron,  WorldCom (MCI),  AOL  TimeWarner,  Aura  Systems,  Citigroup, Computer Associates International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox; yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC.
Dalam makalah ini, kami akan membahas salah satu perusahaan Sunbeam Corporation yang melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan yang juga segelintir kasus yang membuat hancur partner KAP-nya yaitu Arthur Andersen.

I.2        DESKRIPSI KASUS
Dalam rangka meningkatkan dan menghidupkan kembali perusahaan, dewan direksi Sunbeam Corporation memutuskan untuk merekrut seseorang yang dianggap berkompeten untuk memperbaiki keadaan perusahaan dan orang tersebut adalah Mr Albert J.Dunlap yang jugan memiliki julukan sebagai “Chainsaw Al”. Ia dipekerjakan sebagai CEO Sunbeam Corporation terhitung sejak bulan Juli 1996.
Semenjak ia bekerja di Subeam, sudah banyak hal yang dilakukannya, diantaranya dengan melakukan pemotongan  biaya melalui pemberhentian secara besar - besaran sekitar 3000 karyawan dan menghilangkan 87% produk - produk perusahaan. Keputusan ini memang terlihat sangat kontroversial tetapi berhasil menaikan penjualan pada tahun 1997 sebesar 18,7%.
Banyak prestasi yang diraih oleh Sunbeam sejak di pimpin oleh Dunlap. Hal ini terlihat dari terus naiknya harga saham Sunbeam. Pada awal bergabung dengan Sunbeam, harga saham per lembar hanya berkisar belasan dollar saja, tetapi harga saham terus merangkak naik sampai pada puncaknya mencapai harga $52 per lembar pada Maret 1998. Tetapi  sayangnya ternyata  Dunlap  telah  melakukan  manipulasi  terhadap  laporan keuangan perusahaan. Segala laporan yang dihasilkan ternyata merupakan hasil rekayasa dan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi . Hal ini mulai terkuak pada Juli 1998 ketika muncul sebuah artikel yang mengatakan hal tersebut dan artikelnya dikenal sebagai Baron’s Article. Munculnya masalah ini ke khalayak menyebabkan diadakannya rapat dewan direksi untuk membahas hal ini dan melakukan penyelidikan internal. Dan pada akhirnya para dewan direksi memutuskan untuk memecat beberapa manajemen senior yang termasuk di dalamnya Dunlap dan CFO.
Selanjutnya dilakukanlah investigasi terhadap Sunbeam Corporation oleh SEC (Security Exchange Commission). Dalam investigasinya, SEC  menemukan bahwa dari kuartal akhir 1996 hingga  Juni  1998  pihak  manajemen  Sunbeam  telah  berhasil  menciptakan  kebohongan restrukturisasi dalam rangka meningkatkan harga saham sehingga membuat nilai perusahaan menjadi tinggi. Untuk mewujudkan hal ini, pihak manajemen telah menggunakan teknik manajemen laba yang tidak layak dalam rangka memalsukan laporan atau hasil perusahaan penghasilan melalui strategi penipuan akuntansi, seperti pendapatan “cookie jar”, recording revenue on contingent sales, dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari pengiriman sebenarnya dan tagihannya serta menyembunyikan kondisi keuangan yang buruk.
SEC  akhirnya, memberikan pendapat bahwa laporan keuangan Sunbeam tidak dapat diandalkan sehingga mengharuskan Sunbeam membuat kembali laporan keuangannya pada periode tersebut. Hal ini membuat harga saham Sunbeam terus menurun yang sebelumnya mencapai $52 per lembar menjadi hanya $7 per lembar saham. SEC menyatakan bahwa Dunlap dan Russel Kersh (mantan CFO) dan kantor akuntan publik Arthur Andersen telah melakukan kecurangan dan penipuan.
Pada 2001, Sunbeam mengajukan petisi kepada Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York dengan Bab 11 Judul 11 tentang aturan kebangkrutan. Agustus 2002, pengadilan memutuskan pembayaran  sebesar $141 juta. Andersen setuju membayar $110 juta untuk menyeleaikan  klaim tanpa mengakui kesalahan dan tanggung jawab. Sunbeam mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan kehilangan ribuan karyawannya. Sunbeam terbebas dari kebangkrutan.

I.3        IDENTIFIKASI MASALAH
1.      Apa saja praktik bisnis tidak etis yang telah dilakukan oleh manajemen Sunbeam Corporation dan CEO-nya?
2.      Apa saja prinsip -  prinsip Good Corporate Governance yang telah dilanggar ?
3.      Apa saja kode etik profesi akuntan yang telah dilanggar oleh akuntan manajemen Sunbeam Corporation?
4.      Apa dampak dari praktik bisnis tidak etis yang telah dilakukan ?

I.4        TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan Penelitian adalah:
1.      Untuk memenuhi nilai mata kuliah Etika Profesi Akuntan (EPA)
2.      Untuk mengetahui apa saja praktik bisnis tidak etis yang telah dilakukan oleh manajemen Sunbeam Corporation
3.      Untuk mengetahui apa saja prinsip -  prinsip Good Corporate Governance yang telah dilanggar
4.      Untuk mengetahui kode etik profesi akuntan apa saja yang telah dilanggar oleh akuntan manajemen Sunbeam Corporation
5.      Untuk mengetahui apa dampak dari praktik bisnis tidak etis yang telah dilakukan

Manfaat Penelitian adalah:
1.      Sebagai acuan atau referensi untuk mengadakan penulisan laporan bertema sejenis.


BAB II
KAJIAN TEORITIS

A.    Good Corporate Governance (GCG)
Walaupun istilah GCG dewasa ini sudah popular, namun sampai saat ini belum ada definisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Istilah “corporate governanxce” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Commite, Inggris di tahun 1922 yang menggunakab istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (dalam Sukrisno Agoes, 2006). Istilah ini sekarang menjadi sangat popular dan telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak. Dibawah ini diberikan beberapa definisi dari beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan.

1.      Cadbury Commite of United Kingdom:
A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditor, the government, employees, ang other internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled”. “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
2.      Forum for Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) – tidak membuat definisi tersendiri tetapi mengambil defini dari Cadbury Commite of Uniter Kingdom, yang kalau diterjemahkan adalah: “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
  1. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan pemagku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu prose sang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
  2. Organization for economic Cooperation and Development – OECD (dalam Tjager dkk, 2004) mendefinisikan GCG sebagai: “suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja”.
  3. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefiniskan GCG sebagai: “mekanisme administrative yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan yang lain.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa GCG dapat diberi pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Definisi yang disampaikan oleh OECD dapat mewakili pengertian dalam arti sempi, sedangkan definisi yang diberikan Cadbury Commmitte, Sukrisno Agoes, dan Wahjudi Prakarsa dapat mewakili pengertian GCG dalam arti luas.

PRINSIP-PRINSIP GCG
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, konsep GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi. Prinsip-prinsip OECD (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mencakup lima bidang utama, yiaut: hak-hak para pemegang saham dan perlindungannya; peran para karyawan dan pihka-pihak yang berkepentingan lainnya; pengungkapan yang akurat dan tepat waktu; transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan; serta tanggung jawab dewan terhadapa perusahaan, pemegang saham, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Secara ringka, prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
  1. Perlakukan yang setara antar pemangku kepentingan
  2. Transparansi
  3. Akuntabilitas
  4. Responsibilitas
Dalam hubungannya dengantata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan GCG (Tjager dkk., 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu:
  1. Kewajaran
  2. Transparansi
  3. Akuntabilitas
  4. Pertanggungjawaban
  5. Kemandirian
Selanjutnya, National Committen on Governance (NCG, 2006) mempublikasikan “Kode Indonesia tentang tata kelola perusahaan yang baik pada tanggal 17 Oktober 2006. sebagaimana dinyatakan dalam kata pengantarnya oleh Menteri Koordinator bidang perekonomian, Dr. Boediono, walaupun Kode Indonesia tentang GCG ini bukan merupakan suatu peraturan, tetapi dapat menjadi pedoman dasar bagi seluruh perusahaan di Indonesia dalam menjalankan usaha agar kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalam koridor etika bisnis yang pantas. Dalam kode GCG ini, NCG mengemukakan lima prinsip GCG yaitu:
  1. Transparansi
  2. Akuntabilitas
  3. Responsibilitas
  4. Independensi
  5. Kesetaraan
Prinsip-prinsip yang dikemukakanoleh NCG hanmpir sama dengan yang diungkapkan oleh Menteri Negara BUMN. Penjelasan singkat atas masing-masing prinsip yang telah dikemukakan dapat diberikan sebagai berikut:
  1. Perlakuan yang setara merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan merata, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang lainnya).
  2. Prinsip transparansi, artinya kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan.
  3. Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina system akintansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertangungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan efektif.
  4. Prinsip responsibilitas adalah prinsip di mana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari keprcayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Tanggung jawab ini mempunyai lima dimensi, yaitu: ekonomi, hukum, moral, social dan spiritual yang dijelaskan sebagai berikut:
  • Dimensi ekonomi, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan.
  • Dimensi hukum, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku; sejauh mana tindakan manajemen telah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
  • Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepantingan.
  • Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan akuntabilitas diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
e.   kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu keadaan di mana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebasa dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.
Keempat prinsip ini-kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban-sebenarnya merupakan jawaban langsung atas permasalahan/skandal yang dihadapi oleh dunia usaha, bukan saja di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, berbagaiskandal yang marak dihadapi oleh dunia usaha terjadi dalam bentuk:
  1. Perlakuan tidak adil yang dihadapi oleh satu atau beberapa pemangku kepentingan. Misalnya, rekayasa pengajuan pinjaman yang dilakukan oleh direksi [perusahaan untuk memperoleh kredit bank tentu lebih menguntungkan kepentingan pemegang saham dan merugikan kepentingan pemangku kepentingan lainnya-dalam hal ini aalah bank. Contoh lain adalah insider trading yang dilakukan oleh direksi perusahaan untuk kepentingan pribadi. Hal ini sangat merugikan para pemegang saham public.
  2. Maraknya rekayasa laporan keuangan dan sering timbulnya insider trading yang dilakukan oleh para eksekutif puncak baik di Indonesia mapun AS yang bahkan melibatkan beberapa akuntan publik ternama, akhinya mempertegas kembali pentingnya penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
  3. Munsulnya berbagai kejahatan kerah putih yang sangat canggih, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pelaku bisnis dan oknum birokrasi pemerintahan sangat merugikan masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Timbulnya berbagai kerusakan hutan, pencemaran udara dan air, pemanasan global dan sebagainya, semuanya ini mencerminkan lemahnya wujud kesadaran dan tanggung jawab dari para eksekutif puncak dan oknum pejabat pemerintah terkait.
Manfaat GCG
Tjager dkk. (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
  1. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
  2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisi berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.
  3. Internasionalisasi pasar-termasuk liberalisme para financial dan pasar modal-menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
  4. Kalupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, system ini dapat menjadi dasr bagi berkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lengkap bisnis yang kini telah banyak berubah.
  5. Secara teoritis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan GCG adalah:
  1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
  2. Mendapatkan biaya modal
  3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
  4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhdap perusahaan.
  5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

Kode Etik merupakan suatu pedoman bagi seseorang dalam menjalankan profesinya secara profesional. Kode etik mengatur seseoran dalam besikap dan berperilaku secara etis didalam suatu organisasi profesi tersebut. Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang benar dan sesuai serta tepat. Tingkah laku kita mungkin benar atau salah; sesuai atau menyimpang; dan keputusan yang kita buat dapat adil atau berat sebelah. Orang sering berbeda pandangan terhadap arti istilah etis; tatapi tampaknya terdapat suatu prinsip umum yang mendasari semua sistem etika. Prinsip ini diekspresikan oleh keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab untuk kebaikan anggota lainnya. Keinginan untuk berkorban demi kebaikan kelompoknya merupakan inti dari tindakan yang etis.

Ada sepuluh nilai inti yang diidentifikasi menghasilkan prinsip-prinsip yang melukiskan benar dan salah dalam kerangka umum. Sepuluh nilai tersebut adalah:
1. Kejujuran (honesty)
2. Integritas (integrity)
3. Memegang janji (promise keeping)
4. Kesetiaan (fidelity)
5. Keadilan (fairness)
6. Kepedulian terhadap sesama (caring for others)
7. Penghargaan kepada orang lain (respect for others)
8. Kewarganegaraan yang bertanggung jawab (responsible citizenship)
9. Pencapaian kesempurnaan (pursuit of excellence)
10. Akuntabilitas (accountibility)

IMA (Institute of Management Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan yang menguraikan tentang standar perilakuk etis akuntan manajemen. Akuntan manajemen tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan standar ini atau mereka tidak akan menerima pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut dari orang lain dalam organisasi mereka. Standar tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Kompetensi. Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk
a.       Menjaga tingkat kompetensi profesional yang diperlukan dengan terus menerus mengembangkan pengetahuan dan keahliannya
b.      Melakukan tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hukum, peraturan, dan standar teknis yang berlaku
c.       Menyusun laporan dan rekomendasi yang lengkat serta jelas setelah melakukan analisis yang benar terhadap informasi yang relevan dan dapat dipercaya

2.      Kerahasiaan
Akuntan manajemen bertanggun jawab untuk:
a.       Menahan diri untuk tidak mengungkapkan tanpa ijin informasi rahasia berkenaan dengan tugas-tugasnya, kecuali diharuskan secara hukum
b.      Memberitahu bawahan seperlunya kerahasiaan dari informasi yang berkenaan dengan tugas-tugasnya dan memonitor aktivitas mereka untuk menjaga kerahasiaan tersebut
c.       Menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang berkaitan dengan tugas-tugasnya untuk tujuan tidak etis dan sah baik secara pribadi maupun melalui pihak ketiga.

3.      Integritas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
a.       Menghindari konflik kepentingan aktual atau terlihat nyata dan mengingatkan semua pihak terhadap potensi konflik
b.      Menahan diri dari keterlibatan berbagai aktivitas yang akan menimbulkan kecurigaan terhadap kemampuan mereka untuk melakukan tugasnya secara etis
c.       Menolak pemberian, penghargaan, dan keramah-tamahan yang dapat mempengaruhi mereka dalam bertugas
d.      Menahan diri untuk tidak melakukian penggerogotan terhadap legitimasi organisasi dan tujuan-tujuan etis, baik secara pasif maupun aktif
e.       Mengenali dan mengkomunikasikan berbagai batasan profesional atau kendala lainnya yang akan menghalangi munculnya penilaian yang bertanggung jawab atau kinerja sukses dari suatu aktivitas
f.       Mengkomunikasikan informasi yang baik atau buruk dan penilaian atau opini professional
g.      Menahan diri dari keterlibatan dalam aktivitas yang merugikan profesi

4.      Objektivitas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk
a.       Mengkomunikasikan informasi dengan adil dan objektif
b.      Mengungkapkan semua informasi relevan yang dapat diharapkan mempengaruhi pemahaman pengguna terhadap laporan, komentar, dan rekomendasi yang dikeluarkan

5.      Resolusi konfik etika
Dalam pelaksanaan standar perilaku etis, akuntan manajemen mungkin menghadapi masalah dalam mengidentifikasi perilaku yang tidak etis, atau dalam meyelesaikan konflik etika. Ketika menghadapi isu-isu etika yang penting, akuntan manajemen harus mengiuti kebijakan yang ditetapkan organisasi dalam mengatasi konflik. Jika kebijakan ini tidak menyelesaikan konflik etika, akuntan manajemen harus mempertimbangkan tindakan berikut ini:
a.       Mendiskusikan masalah tersebut dengan supervisor kecuali jika masalah itu melibatkan atasannya. Dalam kasus ini, masalah tersebut harus dilaporkan secepatnya kepada jenjang yang lebih tinggi berikutnya. Jika resolusi akhir yang memuaskan tidak dapat dicapai pada saat masalah diungkapkan, sampaikan masalah tersebut manajemen jenjang yang lebih tinggi.
b.      Jika atasan langsung merupakan kepala eksekutif pelaksana (CEO), atau setingkat wewenang untuk mengatasi mungkin berada di tangan suatu kelompok seperti komite audit, komite eksekutif, dewan direksi, dewan perwalian, atau pemilik. Berhubungan dengan jenjang di atas atasan langsung sebaiknya dilakukan dengan sepengetahuan atasan.
c.       Menjelaskan konsep-konsep yang relevan melalui diskusi rahasia dengan seorang penasihat yang objektif untuk mencapai pemahanan terhadap tindakan yang mungkin dilakukan
d.      Jika konflik ektika masih ada setelah dilakukan tinjauan terhadapa semua jenjang, akuntan manajemen mungkin tidak mempunyai jalan lain kecuali mengundurkan diri dari organisasi dan memberikan memo yang informatif kepada perwakilan organisasi yang ditunjuk.
e.       Kecuali jika diperintah secara hukum, mengkomunikasikan masalah tersebut kepada berbagai otoritas atau individu yang tidak ada hubungan dengan organisasi bukanlah pertimbangan yang tepat.

BAB III
PEMBAHASAN

Dari paparan singkat terkait permasalahan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa terjadi beberapa tindakan pelanggaran, baik dalam tata kelola perusahaan maupun pelanggaran etika profesi akuntan yang dilakukan oleh Albert J Dunlap selaku CEO Sunbeam. Pelanggaran ini pada awalnya memberikan keuntungan kepada perusahaan, namun pada akhirnya setelah penipuan ini terkuak, maka tindakan ini justru menjadi sebuah bumerang bagi Dunlap selaku CEO Sunbeam itu sendiri.

III.1 Good Corporate Governance
Good Corporate Governance menurut Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya. Dari yang telah kita ketahui, fungsi GCG itu sendiri secara umum berfungsi untuk meningkatkan kualitas perusahaan.
Kualitas perusahaan dapat meningkat dengan adanya GCG karena prinsip-prinsip berikut:
  1. Transparansi
  2. Akuntabilitas
  3. Responbilitas
  4. Independensi
  5. Kesetaraan/Kemandirian
Namun yang terjadi pada Sunbeam Corporation adalah mereka melanggar semua prinsip GCG.
·         Terkait dengan transparansi, Sunbeam Corporation tidak melakukan pengungkapan - pengungkapan dalam akuntansi yang seharusnya diungkapkan agar pihak pengguna laporan keuangan tidak memiliki informasi yang bias. Dunlop selaku CEO dan Kresh selaku CFO, malakukan banyak penjualan dengan tidak memberikan informasi tambahan seperti Penjualan kepada konsumen dengan diskon, yang pada pelaksanaannya, mereka tidak menambahkan informasi tersebut.
·         Terkait dengan akuntabilitas, Manipulasi data keuangan perusahaan dengan menggunakan teknik manajemen laba yang tidak layak dalam rangka memalsukan laporan atau hasil perusahaan penghasilan melalui strategi penipuan akuntansi, seperti pendapatan “cookie jar”, recording revenue on contingent sales, dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari pengiriman sebenarnya dan tagihannya. Hal ini pada awalnya membuat harga saham perusahaan meningkat, tetapi setelah hal ini diketahui publik, maka harga saham Sunbeam turun secara drastis dari sebelumnya $52 per lembar menjadi $7 per lembar saham. Manipulasi data keuangan ini dilakukan dengan manajemen laba yang tidak wajar, yang mengakibatkan pemakai informasi keuangan tidak dapat mengandalkan laporan keuangan yang telah dihasilkan. Pada akhirnya Sunbeam harus menyajikan kembali laporan keuangan tahun 1996, 1997, dan kuartal awal 1998
·         Terkait dengan independensi, Dunlap juga menempati jabatan sebagai CEO, dan juga sebagai ketua dewan direksi. Hal ini membuat terjadinya diskusi dan perbaikan dalam perusahaan menjadi tertutup dan memudahkan pihak top manager untuk melakukan kecurangan. Padahal untuk mewujudkan transparansi dan meminimalkan terjadinya kecurangan dalam pengelolaan perusahaan, maka pemisahan tanggungjawab perlu dilakukan.
·         Terkait dengan responsibilitas, Pemberhentian karyawan secara besar-besaran. Meskipun hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah dalam upaya pengurangan biaya, tetapi dengan pemberhentian karyawan sebanyak 3000 orang tentunya merupakan sebuah tindakan yang harus dipikirkan secara matang. Karena dampak dari pemberhentian ini akan meningkatkan jumlah pengangguran, dan pada akhirnya mampu mempengaruhi perekonomian negara.
·         Terkait dengan kesetaraan/kemandirian, Karena Dunlap memiliki jabatan sebagai CEO sekaligus ketua dewan komisaris, hal ini menciptakan lingkungan perusahaan dipenuhi dengan kepentingan pribadi. Tujuan perusahaan lebih didominasi untuk pembesaran harga saham perusahaan agar perusahaan dapat menyerap dana dari masyarakat dan Dunlop selaku CEO dapat mengambil keuntungan sebesar-besarnya.

III.2 Kode Etik Akuntan Manajemen
Kode Etik merupakan suatu pedoman bagi seseorang dalam menjalankan profesinya secara profesional. Kode etik mengatur seseorang dalam besikap dan berperilaku secara etis didalam suatu organisasi profesi tersebut. Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang benar dan sesuai serta tepat. Tingkah laku kita mungkin benar atau salah; sesuai atau menyimpang; dan keputusan yang kita buat dapat adil atau berat sebelah.
IMA (Institute of Management Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan yang menguraikan tentang standar perilakuk etis akuntan manajemen. Akuntan manajemen tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan standar ini atau mereka tidak akan menerima pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut dari orang lain dalam organisasi mereka. Standar tersebut adalah sebagai berikut:
1.   Kompetensi
2.   Kerahasiaan
3.   Integritas
4.   Objektivitas
5.   Resolusi konfik etika
Berdasarkan penjelasan tersebut, pelanggaran etika yang telah dilakukan oleh akuntan dalam Manajemen Sunbeam yaitu:
·         Terkait dengan kompetensi. Akuntan manajemen Sunbeam tidak melakukan tugas profesionalnya sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis yang berlaku karena telah melakukan praktek manipulasi akuntansi dengan memperbesar atau memotong angka yang ada pada laporan keuangan. Hal ini jelas telah membuat informasi yang tidak relevan bagi para pengguna laporan keuangan.
·         Terkait dengan integritas.  Akuntan Sunbeam bersama dengan auditor eksternalnya, KAP Arthur Andersen, telah memanipulasi laporan keuangan demi kepentingan pihak manajemen Sunbeam yang pada akhirnya menimbulkan potensi konflik dan merugikan pihak ekternal manajemen Sunbeam. Pihak akuntan juga berusaha menyembunyikan keadaan keuangan yang buruk.
·         Terkait dengan objektivitas. Pihak akuntan Sumbeam tidak mengkomunikasikan informasi keuangan dengan adil dan objektif. Dengan manipulasi laporan keuangan, pihak akuntan berusaha menciptakan citra baik bagi manajemen dengan  memberikan informasi yang tidak relevan dengan kondisi yang terjadi, tanpa memperdulikan dampak yang akan timbul atas perbuatan tersebut.

Pelanggaran etika lain  yang dilakukan oleh Manajemen Sunbeam Corporation:
·         Saat ada karyawan di departemen internal audit perusahaan, mengungkapkan praktik menyimpang yang dilakukan perusahaan, tetapi tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi yang dibuatnya. Akhirnya dia mengundurkan diri setelah gagal mengungkap praktik kotor perusahaan
·         Kersh jarang bertindak secara konservatif selama menjabat sebagai CFO di Sunbeam. Dia selalu membusungkan dada dan menunjukkan bahwa dialah "pusat laba terbesar" perusahaan.

III.3 Teori Etika
Dilihat dari kasus yang di deskripsikan pada Bab 1 dapat dilihat bahwa CEO Sunbeam Corporation telah hanya memenuhi kepentingan pribadinya yang memanfaatkan keadaan perusahaan. Teori etika yang dipakai adalah Teori Etika Egoisme yang tujuannya hanya kenikmatan duniawi secara individu.
Selain itu juga, Dunlap telah melanggar Teori Etika Hak karena telah memecat kurang lebih 3000 orang ketika dia menjabat bahkan ketika memecat pun dia menghina karyawan yang telah dipecatnya, karena kriteria etis telah dilanggar dan menghina martabat dan Hak Asasi Manusia (HAM) karyawan.
Dunlap juga melanggar Teori Etika Deontologi-Kant dan Teori Etika Utilitarianisme. Teori Etika Deontologi-Kant yang kriteria etisnya yang dilanggar adalah kewajiban mutlak sebagai seorang CEO yang seharusnya membuat perusahaan maju dengan “jalan” yang benar tetapi menggunakan jalan dengan menipu laporan keuangan yang ada. Menurut Teori Etika Utilitarianisme, Dunlap juga telah memecat 3000 karyawan dan menipu laporan keuangan sehingga kriteria etis yang dilanggar karena tidak memberikan manfaat/kegunaan bagi banyak orang malah merugikan pemegang saham dan karyawan.

III.4 Dampak Praktik Bisnis Tidak Etis Manajemen Sunbeam
Dampak dari pelanggaran etika yang dilakukan Manajemen Sunbeam:
Bagi perusahaan:
·         Sunbeam Corporation seharusnya mengalami kebangkrutan karena Sunbeam  telah mengajukan petisi kepada Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York dan memutuskan pembayaran  sebesar $141 juta. Tetapi Andersen setuju membayar $110 juta untuk menyeleaikan  klaim tanpa mengakui kesalahan dan tanggung jawab sehingga terbebas dari bangkrut.
·         Sunbeam mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan kehilangan ribuan karyawannya.
·         Harga saham turun drastis dari $52 per lembar menjadi hanya $7 per lembar saham

Bagi negara:
·         Pemerintah lebih berhati - hati dalam akuntansi dan membuat undang -undang SARBANES-OXLEY untuk meminimalisir fraud schemes berdampak sangat buruk terhadap pasar, stakeholders dan para pegawai.
·         Meningkatnya tingkat pengangguran
·         Berkurangnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di negara tersebut
·         Dalam jangka panjang, dapat mengakibatkan krisis ekonomi


BAB IV
PENUTUP

IV.I     KESIMPULAN
Dari pemaparan sebelumnya, dapat diketahui bahwa sebagai salah satu perusahaan besar yang telah dipercaya eksistensinya oleh masyarakat umum, Sunbeam telah melakukan beberapa pelanggaran dalam tata kelola perusahaan dan pelanggaran kode etik akuntan manajemen, seperti melakukan praktik manajemen laba, bersama auditor ekstenalnya memanipulasi laporan keuangan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya, menyalahi prosedur teknis perusahaan, serta tidak mengindahkan sisi responsibilitas perusahaan. Hal ini pada awalnya memang menghasilkan keuntungan, tetapi dampak dari pelanggaran ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap Sunbeam, serta menyebabkan kejatuhan CEO dan perusahaan tersebut.

IV.II    SARAN
Saran yang dapat diberikan adalah setiap perusahaan seharusnya membuat peraturan dan prosedur terkait pengimplementasian Good Coorporate Governance serta melakukan pengawasan yang ketat agar dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, dibutuhkan kode etik profesi yang dapat menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesi baik dalam berhubungan dengan kolega, klien, publik dan karyawan sendiri. Yang harus menjadi sebuah pelajaran bahwa sesungguhnya suatu praktik atau perilaku yang dilandasi dengan ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula.

BAB V
LAMPIRAN

CERITA LAIN MENGENAI SUNBEAM COMPANY
Al Dunlap dijuluki eksekutif yang mampu membuat semuanya mungkin dan memiliki spesialisasi untuk membenahi perusahaan-perusahaan sekarat. Dia memiliki pernyataan yang sangat sensasional "Jika kamu butuh teman, belilah Anjing. Saya sudah punya dua". Akhirnya praktik menyimpang dari taktik bisnisnya mulai terungkap sesudah kekacauan yang terjadi di Sunbeam. Sunbeam adalah perusahaan yang ia ambil alih dan duduk sebagai CEO tetapi dua tahun kemudian ditinggalkan dengan kondisi berantakan. Pada awalnya, ia mampu menunjukkan kinerja perbaikan yang konsisten di Sunbeam, tetapi trik yang digunakan akhirnya ketahuan juga. John A. Byrne menggambarkan apa yang telah terjadi:
"Menginjak kuartal keempat, ketika semakin sulit untuk memenuhi target laba, teknik dan pendekatan baru digunakan. Pendekatan tersebut pada dasarnya menyimpang. Cara tersebut diberi nama "Penugasan". Kersh (CFO Sunbeam) dan Dunlap mengumpulkan para eksekutif dan meminta masing - masing untuk menggunakan angka yang telah dipersiapkan dalam menjalankan bisnisnya. Jika ada kekurangan di satu sisi akan ditutupi dengan meminta bagian lain untuk melakukan perubahan sehingga target - target yang disampaikan Dunlap kepada Wall Street dapat terpenuhi.
"Mereka akan mengatakan, "Aku tidak peduli terhadap rencanamu. Aku juga tidak peduli atas hasil bulan lalu", ujar Dixon Thayer, kepala penjualan internasional. "Kami minta Anda untuk menggunakan angka ini". Russ (Kersh) akan memberi angka penjualan dan laba dan mengatakan hidupmu akan tergantung pada angka tersebut. Angka-angka itu sangat tidak berdasar dan tidak masuk akal".
Untuk mempertahankan pekerjaan mereka, beberapa manajer Sunbeam mulai melakukan berbagai penyimpangan. Komisi yang mestinya dibayarkan kepada para agen penjualan mulai tidak dibayar. Menjelang musim liburan, usaha untuk memoles angka tersebut menjadi semakin sulit. Perusahaan menawarkan barang kepada toko-toko eceran enam bulan sebelum mereka membutuhkannya. Para pemilik toko eceran tidak harus membayar ataupun mengambil barang tersebut selama enam bulan.
Dengan tata cara yang seringkali aneh dalam interpretas akuntansi, Kersh jarang bertindak secara konservatif selama menjabat sebagai CFO di Sunbeam. Dia selalu membusungkan dada dan menunjukkan bahwa dialah "pusat laba terbesar" perusahaan. Dalam pertemuan para eksekutif, Dunlap mengatakan: "Jika bukan karena Russ dan tim akuntansi, kita ini bukanlah apa-apa". Beberapa eksekutif mendengar Dunlap menyuruh bawahannya "Gunakan angka itu, dan Russ akan menutupinya".
Daeirda DenDanto, saat itu berusia 26 tahun, baru saja dipekerjakan di departemen internal audit perusahaan, mengungkapkan praktik menyimpang yang dilakukan perusahaan, tetapi tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi yang dibuatnya. Akhirnya dia mengundurkan diri setelah gagal mengungkap praktik kotor perusahaan. Beberapa bulan berikutnya, praktik menggelembungkan laba tersebut terungkap, dan terjadi kehebohan di dewan direktur. Kerugian perusahaan pada tahun tersebut mencapai $1 miliar dan harga saham terperosok ke $6 per lembar dari sebelumnya $53 per lembar. Perusahaan dan seluruh karyawan harus menanggung kerugian tersebut.

Sumber: John A. Byrne. "Chainsaw: He Anointed Himself America's Best CEO. But Al Dunlap Drove Sunbeam into Ground". Business Week. 18 Oktober 999. Hal: 128-149.

SARBANES-OXLEY ACT
            Undang-undang  ini  diprakarsai  oleh  Senator  Paul  Sarbanes (Maryland)  dan Representative Michael Oxley (Ohio), dan telah ditandatangani oleh Presiden George W. Bush pada tanggal  30 Juli  2002. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres  Amerika  Serikat  terhadap  berbagai  skandal  pada  beberapa  korporasi  besar seperti:  Sunbeam, Enron,  WorldCom (MCI),  AOL  TimeWarner,  Aura  Systems,  Citigroup, Computer Associates International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox; yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC.
Semua skandal ini merupakan contoh tragis bagaimana fraud schemes berdampak sangat buruk terhadap pasar, stakeholders dan para pegawai. Dengan diterbitkannya undang-undang ini, ditambah dengan beberapa aturan pelaksanaan dari Securities Exchange Commision (SEC) dan beberapa self regulatory bodies lainnya,  diharapkan  akan  meningkatkan  standar  akuntabilitas  korporasi,  transparansi dalam pelaporan keuangan, memperkecil kemungkinan bagi perusahaan atau organisasi untuk melakukan dan menyembunyikan fraud, serta membuat perhatian pada tingkat sangat tinggi terhadap corporate governance. Saat ini, corporate governance dan pengendalian internal bukan lagi sesuatu yang mewah lagi; karena kedua hal ini telah disyaratkan oleh undang-undang

Hal-hal yang Diatur dalam Sarbanes-Oxley Act
            Dalam  Sarbanes-Oxley  Act  diatur  tentang  akuntansi,  pengungkapan  dan pembaharuan governance; yang mensyaratkan adanya pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang hasil-hasil yang dicapai manajemen, kode  etik  bagi  pejabat  di  bidang  keuangan,  pembatasan  kompensasi  eksekutif,  dan pembentukan komite audit yang independen. Selain itu diatur pula mengenai hal-hal sebagai berikut:
-          Menetapkan beberapa tanggung jawab baru kepada dewan komisaris, komite audit dan pihak manajemen
-          Mendirikan Public Company Accounting Oversight Board, sebuah dewan yang independen dan bekerja full-time bagi pelaku pasar modal
-          Penambahan tanggung jawab dan anggaran SEC secara signifikan
-          Mendefinisikan jasa “non-audit” yang tidak boleh diberikan oleh KAP kepada klien
-          Memperbesar hukuman bagi terjadinya corporate fraud
-          Mensyaratkan adanya aturan mengenai cara menghadapi conflicts of interest
-          Menetapkan beberapa persyaratan pelaporan yang baru

            Dalam hal pelaporan, Sarbanes-Oxley Act mewajibkan semua perusahaan publik untuk membuat suatu sistem pelaporan yang memungkinkan bagi pegawai atau pengadu (whistleblowers)  untuk  melaporkan  terjadinya  penyimpangan.  Sistem  pelaporan  ini diselenggarakan oleh komite audit. Perusahaan dapat menggunakan jasa pelaporan hotlines seperti ACFE’s EthicsLine. ACFE dapat membantu menyusun hotlines pengaduan yang akan  menerima  dan  merahasiakan  pengaduan,  dan  memberikan  informasi  kepada perusahaan  agara  dapat  mengambil  tindakan  yang  tepat.  Sistem  hotlines  ini  akan mendorong para pegawai untuk melaporkan karena mereka merasa aman dari tindakan pembalasan dari yang dilaporkan, dan inilah elemen penting dan kritis bagi program pencegahan fraud yang kuat (a robust fraud prevention program).

Sarbanes-Oxley Act juga meningkatkan program perlindungan bagi pegawai yang menjadi  pengadu  atau  pemberi  informasi,  yang  mendapatkan  perlakuan  buruk  dari perusahaannya setelah membeberkan adanya fraud dan membantu investigasi seperti: dipecat, didemosikan, diskors, diancam, dilecehkan dan berbagai perlakuan diskriminatif lainnya Pegawai tersebut dapat mencari perlindungan melalui Departemen Tenaga Kerja dan  pengadilan  distrik  setempat.  Dengan  adanya  undang-undang  ini,  tindakan pembalasan terhadap pengadu dianggap sebagai pelanggaran Federal  (a Federal offense) sehingga terdapat konsekuensi hukum pidana bagi orang yang melakukannya berupa hukuman penjara sampai dengan 10 tahun.
            Adapun perusahaan atau organisasi yang diatur oleh Sarbanes-Oxley Act antara lain: perusahaan-perusahaan yang sahamnya telah diregistrasi berdasarkan Section 12  of the Exchange Act of 1934,   perusahaan-perusahaan yang wajib membuat laporan diregistrasi berdasarkan Section 15(d) of the Exchange Act, perusahaan-perusahaan yang sedang dalam proses registrasi, dan Kantor Akuntan Publik yang menerbitkan laporan audit. Undang - undang ini tidak mengecualikan perusahaan asing yang listing di Amerika Serikat dan KAP dari luar Amerika Serikat yang menerbitkan laporan auditnya bagi perusahaan tersebut. Persyaratan  bagi  independensi  auditor  yang  diatur  dalam  Sarbanes-Oxley  Act diantaranya: menghindari beberapa aktivitas yang dilarang (§201), semua jasa audit harus telah  disetujui  oleh  komite  audit,  adanya  rotasi  dari  partner  yang  melakukan  audit, menghindari  konflik  kepentingan,  dan  penelaahan  oleh  Comptroller  General  terhadap dampak potensial dari rotasi yang telah diwajibkan.

Komite Audit
            Dalam kaitan tanggung jawab korporasi, Komite Audit mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:
-          Melakukan seleksi, menghitung kompensasi dan mengawasi KAP yang mengaudit korporasi
-          Menjadi anggota independen dalam dewan komisaris
-          Menyelenggarakan prosedur untuk menangani komplain - komplain yang berkaitan dengan akuntansi, pengendalian internal dan hal - hal lain yang berkaitan dengan audit
-          Menelaah dan menyetujui jasa audit dan jasa - jasa lain yang diberikan oleh KAP

Public Company Accounting Oversight Board
            Dewan ini dibentuk berdasarkan Sarbanes-Oxley Act Title I yang berbunyi: “... .to oversee the audit of public companies that are subject to the securities laws.” Dewan ini mempunyai 5 orang anggota yang dipilih oleh SEC setelah berkonsultasi dengan Menteri Keuangan (Secretary of Treasury) dan Gubernur Bank Sentral (Chairman of the Federal Reserve Board). Tugas-tugas dari dewan ini antara lain:
-          Melakukan registrasi terhadap KAP yang mengaudit perusahaan publik
-          Menetapkan dan mengadopsi, atau melakukan keduanya: standar audit, quality control, etika, independensi dan beberapa standar lain yang berkaitan dengan proses audit
-          Melaksanakan inspeksi terhadap KAP - KAP
-          Melakukan investigasi, penegakan disiplin dan pengenaan sanksi terhadap KAP dan partner dari KAP yang melakukan pelanggaran
-          Melakukan tugas - tugas dan fungsi - fungsi lain sebagai dewan yang dianggap perlu demi kepentingan publik

SAS NO. 99
            Statement on Auiditing Standard (SAS) No. 99 - Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit diterbitkan pada bulan Desember 2002 menggantikan SAS No. 82 dengan judul yang sama. SAS No. 99 ini merupakan Pernyataan Standar Audit signifikan yang pertama  kali  diterbitkan  setelah  diundangkannya  Sarbanes-Oxley  Act.  Pernyataan  ini menegaskan kembali tanggungjawab auditor yang telah dinyatakan dalam SAS No. 1 Codification of Auditing Standards and Procedures dan SAS No. 82, yaitu:
            “The auditor has a responsibility to plan and perform the audit to obtain reasonable assurance about whether the financial statements are free of material misstatement, whether caused by error or fraud.”
            SAS No. 99 ini efektif bagi audit keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah 15 Desember  2002. Perincian detail dari SAS No.  99 ini bisa didapatkan di www.aicpa.org. Secara garis besar komponen dari SAS No. 99 adalah:
-          Deskripsi dan karakteristik-karakteristik dari fraud.
-          Kecurigaan secara profesional (professional scepticism).
-          Diskusi di antara tim audit yang ditugaskan.
-          Mendapatkan informasi dan bukti audit.
-          Mengidentifikasi risiko-risiko.
-          Penilaian risiko-risiko yang telah diidentifikasikan.
-          Tanggapan terhadap penilaian risiko.
-          Mengevaluasi bukti dan informasi audit.
-          Mengkomunikasikan fraud yang mungkin terjadi.
-          Mendokumentasikan hal-hal yang berkaitan dengan fraud.


Sejalan dengan SAS No. 99 ini, the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) telah membentuk Fraud Task Force of the AICPA’s Auditing Standards Board yang bertugas untuk melakukan studi tentang pencegahan dan pendeteksian fraud dengan disponsori oleh Association of Certified Fraud Exminers (ACFE) dan beberapa organisasi lain yakni IMA, IIA, dan FEI. Hasilnya pada bulan November  2002 telah mengeluarkan Management Antifraud Programs and Control - Guidance to Help Prevent and Deter Fraud. Inti pesan dari dokumen ini adalah setiap organisasi harus segera mengambil langkah proaktif untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya fraud demi integritas keuangan, reputasi dan masa depan organisasi. 

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno.2009.Etika Bisnis dan Profesi.Jakarta:Salemba Empat.
jalanhidup2012.blogspot.com/.../kenapa-sich-harus-ada-gcg-terkait-kasus.html