- Ketentuan
Umum
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam
APBN dan APBD.
Perbendaharaan
Negara meliputi:
1.
Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara
2.
Pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah
3.
Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara
4.
Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah
5.
Pengelolaan kas
6.
Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah
7.
Pengelolaan investasi dan barang milik
negara/daerah
8.
Penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi
manajemen keuangan negara/daerah
9.
Penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
apbn/apbd
10.
Penyelesaian kerugian negara/daerah
11.
Pengelolaan badan layanan umum
12.
Perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan
prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka
pelaksanaan apbn/apbd
Asas Umum:
Azas Pelaksanaan Anggaran Undang–undang
tentang APBN sebagai dasar bagi Pemerintah
Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara. Peraturan Daerah
tentang APBD sebagai dasar pagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan
dan pengeluaran daerah. Dimana berdasarkan UU No. 1 Tahun 2004 pasal 3, asas
umum dari pembendaharaan negara adalah:
1.
Undang–undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah
Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran Negara
2.
Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi
Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah
3.
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang
berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai
pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
4.
Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan
bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan
APBN
5.
Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan
bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan
APBD
6.
Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya
mendesak dan/atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri
yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah
7.
Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan
dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga
- Pejabat Perbendaharaan Negara
Pengguna Anggaran:
1.
Menteri/ pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/
Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
a.
Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
b.
Menunjuk kuasa pengguna anggaran/pengguna barang
c.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan negara
d.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan utang dan piutang
e.
Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja
f.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengujian dan perintah pembayaran
g.
Menggunakan barang milik negara
h.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan barang milik negara
i.
Mengawasi pelaksanaan anggaran
j.
Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan;
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya
2.
Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan
Daerah, berwenang:
a.
Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD
b.
Menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara
Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran
c.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan daerah
d.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan utang dan piutang daerah
e.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan barang milik daerah
f.
Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran
3.
Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya, berwenang:
a.
Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
b.
Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
atas beban anggaran belanja
c.
Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran
d.
Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
e.
Mengelola utang dan piutang
f.
Menggunakan barang milik daerah
g.
Mengawasi pelaksanaan anggaran
Bendahara Umum Negara :
Menteri
Keuangan adalah Bendahara Umum Negara yang berwenang:
1.
Menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan
anggaran Negara
2.
Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
3.
Melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran Negara
4.
Menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas
Negara
5.
Menunjuk bank dan/ atau lembaga keuangan lainnya
dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara
6.
Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan
dalam pelaksanaan anggaran Negara
7.
Menyimpan uang Negara
8.
Menempatkan uang negara dan mengelola/ menatausahakan
investasi
9.
Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat
Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum Negara
10. Melakukan
pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah memberikan pinjaman atas
nama pemerintah
11. Melakukan
pengelolaan utang dan piutang negara
12. Mengajukan
rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi Pemerintahan
13. Melakukan
penagihan piutang Negara
14. Menetapkan
sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Negara
15. Menyajikan
informasi keuangan negara
16. Menetapkan
kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik Negara
17. Menentukan
nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak
18. Menunjuk
pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara
Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Tugas kebendaharaan
meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga yang berada
dalam pengelolaannya.
Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas
Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu berkewajiban memerintahkan
penagihan piutang negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran. Kuasa
Bendahara Umum Negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga
sebagai pengeluaran anggaran.
Bendahara Umum Daerah
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah Bendahara Umum
Daerah yang memiliki wewenang:
1.
Menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD
2.
Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
3.
Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD
4.
Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem
penerimaan dan pengeluaran kas Daerah;
5.
Melaksanakan pemungutan pajak daerah
6.
Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran
APBD oleh bank dan/atau Lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk
7.
Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan
dalam pelaksanaan APBD
8.
Menyimpan uang daerah
9.
Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/
menatausahakan investasi
10.
Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat
Pengguna Anggaran atas Beban rekening kas umum daerah
11.
Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian
jaminan atas nama pemerintah Daerah;
12.
Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama
pemerintah daerah
13.
Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah
14.
Melakukan penagihan piutang daerah
15.
Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan
keuangan daerah
16.
Menyajikan informasi keuangan daerah
17.
Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan
serta penghapusan barang milik daerah
Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
Menteri atau pimpinan lembaga atau gubernur atau bupati atau walikota
mengangkat Bendahara Penerimaan atau Pejabat Fungsional untuk melaksanakan
tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan anggaran
belanja pada kantor atau satuan kerja di lingkungan kementerian Negara atau
lembaga atau satuan kerja perangkat daerah.
Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh
Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara. Bendahara
Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak
sebagai penjamin atas kegiatan penjualan tersebut.
- Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara
dan Daerah
Tahun Anggaran
Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember. APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
1.
Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih
2.
Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih
3.
Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun–tahun anggaran berikutnya
Semua
penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara.
APBD dalam
satu tahun anggaran meliputi:
1.
Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih
2.
Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih
3.
Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun–tahun anggaran berikutnya
Semua
penerimaan dan pengeluaran daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah
Dokumen
Pelaksanaan Anggaran
Setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada semua
menteri atau pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran
untuk masing–masing kementerian Negara atau lembaga. Menteri atau pimpinan
lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian Negara atau
lembaga yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh
Presiden.
Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, sasaran yang hendak dicapai,
fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai
sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap–tiap satuan kerja, serta
pendapatan yang diperkirakan. Pada dokumen pelaksanaan anggaran, dilampirkan
rencana kerja dan anggaran Badan Layanan Umum dalam lingkungan kementerian
negara yang bersangkutan. Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh
Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri atau pimpinan lembaga, kuasa
bendahara umum negara, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Setelah APBD ditetapkan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
memberitahukan kepada semua kepala satuan kerja perangkat daerah agar
menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk Undang–undang satuan kerja perangkat daerah. Kepala satuan
kerja perangkat daerah menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk satuan kerja
perangkat daerah yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yangditetapkan
oleh gubernur atau bupati atau walikota.
Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran, diuraikan sasaran yang hendak
dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk
mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap–tiap satuan kerja
serta pendapatan yang diperkirakan. Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah
disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah disampaikan kepada Kepala
satuan kerja perangkat daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
Peraturan dalam Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan adalah sebagai berikut:
1.
Setiap kementerian Negara atau lembaga atau satuan
kerja perangkat daerah yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan
perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya
2.
Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas
Negara/Daerah pada waktunya yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah
3.
Penerimaan kementerian Negara atau lembaga atau
satuan kerja perangkat daerah tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai
pengeluaran
4.
Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk
lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
negara/daerah adalah hak negara/daerah
Pelaksanaan Anggaran Belanja
Pada Pelaksanaan Anggaran Belanja, Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut
dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dapat dengan cara mengadakan
ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan
(Pasal 17 ayat 1 dan 2).
Untuk
melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran berwenang:
1.
menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;
2.
meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan
sehubungan dengan ikatan/ perjanjian pengadaan barang/jasa;
3.
meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
4.
membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang
bersangkutan;
5.
memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.
Pejabat yang
menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti
yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas
kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud
(Pasal 18).
Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara
Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara, dengan wajib untuk :
1.
meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
2.
menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum
dalam perintah pembayaran;
3.
menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
4.
memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;
5.
menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan…. (Pasal 19 ayat 1 dan 2)
Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBD dilakukan oleh Bendahara
Umum Daerah, dengan wajib untuk :
1.
meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran;
2.
menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum
dalam perintah pembayaran;
3.
menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
4.
memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah;
5.
menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan…. (Pasal 20 ayat 1 dan 2)
Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang
dan/atau jasa diterima. Sehingga untuk kelancaran
pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah
kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang
persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran (Pasal 21 ayat
1 dan 2).
Pada pasal 21 ayat 3, Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran
dari uang persediaan yang dikelolanya setelah :
1.
meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
2.
menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah
pembayaran;
3.
menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan pada ayat (3) tidak
dipenuhi serta bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.
- Pengelolaan Uang
Pengelolaan Kas Umum Negara /
Daerah
Pada Pasal 22, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang
mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah melalui Rekening Kas Umum
Negara pada bank sentral (Treasury Single Account – TSA). Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran negara, Bendahara Umum
Negara dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada bank
umum. Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung penerimaan negara setiap
hari. Saldo Rekening Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan
seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral namun jika belum dapat
dilakukan setiap hari, Bendahara Umum Negara mengatur penyetoran secara berkala.
Rekening Pengeluaran pada bank umum diisi dengan dana yang bersumber dari
Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral. Jumlah dana yang disediakan pada
Rekening Pengeluaran disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai
kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBN.
Pada Pasal 23, Pemerintah Pusat memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas
dana yang disimpan pada bank sentral. Jenis dana, tingkat bunga dan/atau jasa
giro serta biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank sentral,
ditetapkan berdasarkan kesepakatan Gubernur bank sentral dengan Menteri
Keuangan.
Pada Pasal 24, Pemerintah Pusat/Daerah berhak memperoleh bunga dan/atau
jasa giro atas dana yang disimpan pada bank umum yang didasarkan pada tingkat
suku bunga dan/atau jasa giro yang berlaku. Demikian halnya dengan biaya
sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum didasarkan pada
ketentuan yang berlaku pada bank umum yang bersangkutan.
Pada Pasal 25, bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah merupakan
Pendapatan Negara/Daerah, sedangkan Biaya sehubungan dengan pelayanan yang
diberikan oleh bank umum dibebankan pada Belanja Negara/Daerah.
Pada Pasal 26, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam hal
tertentu dapat menunjuk badan lain untuk melaksanakan penerimaan dan/atau
pengeluaran negara untuk mendukung kegiatan operasional kementerian
negara/lembaga melalui suatu kontrak kerja dimana Badan lain yang ditunjuk
berkewajiban menyampaikan laporan secara berkala kepada Bendahara Umum Negara
mengenai pelaksanaan penerimaan dan/atau pengeluaran sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya.
Pada Pasal 27, dalam rangka penyelenggaraan rekening Pemerintah Daerah,
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah pada bank
yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota. Dalam pelaksanaan operasional
Penerimaan dan Pengeluaran Daerah, Bendahara Umum Daerah dapat membuka Rekening
Penerimaan dan Rekening Pengeluaran pada bank yang ditetapkan oleh
gubernur/bupati/walikota. Rekening Penerimaan digunakan untuk menampung
Penerimaan Daerah setiap hari dimana saldo Rekening Penerimaan setiap akhir
hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah. Rekening
Pengeluaran pada bank diisi dengan dana yang bersumber dari Rekening Kas Umum
Daerah dan jumlah dana yang disediakan pada Rekening Pengeluaran disesuaikan
dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang telah
ditetapkan dalam APBD.
Pada Pasal 28, pokok-pokok mengenai pengelolaan uang negara/daerah diatur
dengan peraturan pemerintah setelah dilakukan konsultasi dengan bank sentral
yang pedoman lebih lanjut mengenainya ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara. Sedangkan pelaksanaan ketentuan yang berkaitan dengan
pengelolaan uang daerah selanjutnya diatur dengan peraturan daerah.
Pelaksanaan Penerimaan Negara / Daerah oleh Kementerian Negara / Lembaga
/ Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pada Pasal 29, Menteri/pimpinan
lembaga selaku Pengguna Anggaran dapat membuka rekening untuk keperluan
pelaksanaan penerimaan di lingkungan kementerian negara/lembaga yang
bersangkutan setelah memperoleh persetujuan dari Bendahara Umum Negara dan mengangkat bendahara untuk menatausahakan penerimaan negara di lingkungan
kementerian negara/lembaga. Serta dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan
pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening.
Pada pasal 30, Gubernur/bupati/walikota
dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan penerimaan
di lingkungan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang–undangan yang berlaku dan mengangkat bendahara untuk menatausahakan
penerimaan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang
dipimpinnya
Pengeloaan Uang Persediaan untuk
Keperluan Kementerian Negara / Lembaga / Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pada Pasal 31, Menteri/pimpinan
lembaga dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di
lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah mendapat
persetujuan dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggungjawabkan
dalam rangka pelaksanaan pengeluaran kementerian negara/lembaga. Serta dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau
penutupan.
Pada Pasal 32, Gubernur/bupati/walikota
dapat memberikan ijin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan
pengeluaran di lingkungan satuan kerja perangkat daerah serta mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggungjawabkan
dalam rangka pelaksanaan pengeluaran satuan kerja perangkat daerah.
E. Pengelolaan Piutang dan Utang
Pengelolaan
Piutang
Pada Pasal 33, Pemerintah Pusat
dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang–undang
tentang APBN; memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga asing
sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang–undang tentang APBN yang tata cara pemberian pinjaman atau hibah diatur dengan peraturan pemerintah
Pada Pasal 34, setiap pejabat yang
diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah
wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya
dan tepat waktu. Apabila Piutang negara/daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat
waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang–undangan yang berlaku.
Pada Pasal 35, piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai dengan
ketentuan perundang–undangan yang berlaku.
Pada Pasal 36, penyelesaian
piutang negara/daerah yang timbul sebagai akibat hubungan keperdataan dapat
dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara
penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang–undang yakni :
a.
Menteri
Keuangan, jika bagian piutang negara yang tidak disepakati tidak lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.
Presiden, jika
bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah);
c.
Presiden,
setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, jika bagian piutang
negara yang tidak disepakati lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
Pelaksanaan ketentuan
menyangkut piutang Pemerintah Daerah ditetapkan oleh:
a.
Gubernur/bupati/walikota,
jika bagian piutang daerah yang tidak disepakati tidak lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b.
Gubernur/bupati/walikota,
setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, jika bagian
piutang daerah yang tidak disepakati lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Perubahan atas jumlah
uang, ditetapkan dengan Undang–undang.
Pada Pasal 37, Piutang negara/daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari
pembukuan, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya
diatur tersendiri dalam Undang–undang yakni :
a.
Menteri Keuangan untuk jumlah
sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.
Presiden untuk jumlah lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah);
c.
Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
Penghapusan menyangkut
piutang Pemerintah Daerah, ditetapkan oleh :
a.
Gubernur/bupati/walikota untuk
jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b.
Gubernur/bupati/walikota dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk jumlah lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Perubahan atas jumlah
uang, ditetapkan dengan Undang–undang serta tata cara penyelesaian dan penghapusan
piutang negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
Pengelolaan
Utang
Pada Pasal 38, Menteri Keuangan
dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk
mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri
ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang–undang
APBN. Dimana Utang/hibah tersebut dapat
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD. Sedangkan biaya berkenaan dengan
proses pengadaan utang atau hibah dibebankan pada Anggaran Belanja Negara dan tata cara pengadaan
utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari
luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah
Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.
Pada Pasal 39, Gubernur/bupati/walikota
dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang APBD. Dimana Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
menyiapkan pelaksanaan pinjaman daerah sesuai dengan keputusan
gubernur/bupati/walikota. Sedangkan biaya berkenaan dengan pinjaman dan hibah daerah
dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah dan tata cara pelaksanaan dan
penatausahaan utang negara/daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pada Pasal 40, hak tagih mengenai
utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang
tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh Undang–undang. Kedaluwarsaan tertunda apabila
pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara/daerah sebelum
berakhirnya masa kedaluwarsa. Ketentuan tidak berlaku untuk pembayaran
kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara/daerah.
F. Pengelolaan Investasi
Pada Pasal 41, Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk
memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan
investasi langsung dan diatur dengan
peraturan pemerintah. Penyertaan
modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan
peraturan pemerintah. Sedangkan penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan
negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan daerah.
G. Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah
Menteri Menteri Keuangan mengatur pengelolaan
barang milik negara; Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Barang bagi
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Sedangkan Kepala kantor dalam lingkungan
kementerian negara/lembaga adalah Kuasa Pengguna Barang dalam lingkungan kantor
yang bersangkutan.
Gubernur/bupati/walikota menetapkan
kebijakan pengelolaan barang milik daerah. Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan
barang milik daerah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
gubernur/bupati/walikota.
Sedangkan Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna
Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Pengguna Barang/Kuasa Penggunan Barang
wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang berada dalam
penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara
Barang milik negara/daerah yang
diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat
dipindahtangankan.
Pemindahtanganan barang milik
negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau
disertakan sebagai modal pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Persetujuan DPR dilakukan untuk :
1.
pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan
2.
pemidahtanganan barang milik negara
selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai > Rp. 100 milyar.
Persetujuan Presiden dilakukan untuk
pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang
bernilai > Rp. 10 milyar sampai dengan Rp. 100 milyar.
Persetujuan Menteri Keuangan diperlukan
untuk pemindahan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan dengan
nilai sampai dengan Rp. 10 milyar.
Persetujuan DPRD
dilakukan untuk :
1.
pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan
2.
pemidahtanganan barang milik negara
selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai > Rp. 5 milyar. setelah mendapat
persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Pemindahtanganan
tanah dan/atau bangunan tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang :
1.
sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau
penataan kota;
2.
harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan
pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
3.
diperuntukkan bagi pegawai negeri;
4.
diperuntukkan bagi kepentingan umum;
5.
dikuasai Negara (psl46)/daerah(psl47)
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
dan/atau berdasarkan ketentuan perundang–undangan, yang jika status
kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Penjualan
Barang Milik Negara/Daerah
Penjualan barang milik negara/daerah
dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu diatur dengan
peraturan pemerintah. Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang
dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah
Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
Bangunan milik negara/daerah
harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara
tertib. Tanah dan
bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib
diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/walikota
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah.
Barang milik negara/daerah
dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan
kepada Pemerintah Pusat/Daerah. Barang milik negara/daerah dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk
mendapatkan pinjaman.
- Larangan
Penyitaan Uang dan Barang Milik Negara/Daerah dan/atau Yang Dikuasai
Negara/Daerah (pasal 50)
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan
terhadap:
1.
uang atau surat berharga milik negara/daerah baik
yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
2.
uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada
negara/daerah;
3.
barang bergerak milik negara/daerah baik yang
berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
4.
barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya
milik negara/daerah;
5.
barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh
negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
- Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN/APBD
Akuntansi
Keuangan
Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan
kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas
transaksi keuangan, aset utang dan ekuitas dana termasuk transaksi pendapatan
dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.
Penatausahaan
Dokumen
Setiap orang dan/atau badan yang
menguasai dokumen berkaitan dengan perbendaharaan negara wajib menatausahakan
dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan peraturan
perudang-undangan yang berlaku.
Pertanggungjawaban Keuangan
Bendahara Penerimaan/Pengeluaran bertangung jawab secara
fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggungjawabnya kepada Kuasa
Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah.
Kuasa Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas
pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya.
Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Presiden dari segi hak
dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang
dilakukannya.
Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota
dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan
pengeluaran yang dilakukannya.
Pengguna Anggaran
Pengguna Anggaran bertanggung
jawab secara formal dan
material kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan
anggaran yang berada dalam penguasaannya.
Kuasa Pengguna Anggaran
bertanggung jawab secara formla dan material kepada Pengguna Anggaran atas pelaksanaan
kegiatan yang berada dalam penguasaannya.
Laporan
Keuangan
Menteri Keuangan menyusun Laporan
Keuangan Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Dalam menyusun Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat :
a.
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Catatan atas Laporan Keuangan, dilampiri
Laporan Keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga
masing-masing.
b.
Laporan Keuangan dimaksud disampaikan
kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
c.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat.
Laporan Keuangan Pemerintah Puat
disampaikan Presiden kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan
akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
Dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan dibentuk Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan
yang bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku
baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan
kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum. Dimana pembentukan, susunan, kedudukan,
keanggotaan, dan masa kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan ditetapkan
dengan keputusan Presiden.
- Pengendalian
Intern Pemerintah
Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan
mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan
pemerintahan secara menyeluruh dimana sistem pengendalian intern ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
- Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
Setiap kerugian negara/daerah yang
disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus
diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang–undangan yang berlaku.
Bendahara, pegawai negeri bukan
bendahara atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau
melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan
keuangan negara wajib mengganti kerugian tersebut.
Setiap pimpinan kementerian
negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera melakukan
tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/
satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat
perbuatan dari pihak manapun.
Setiap kerugian negara wajib dilaporkan
oleh atasan langsung atau kepada kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan
memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui. (pasal 60)
Pengenaan ganti rugi negara/daerah
terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. (pasl 62)
Ketentuan lebih lanjut tentang
pengeluaran ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam Undang–undang
mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pengenaan ganti rugi negara/daerah
terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/ gubernur/bupati/walikota. (pasal 63)
Tata cara tuntutan ganti rugi kerugian
negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
- Pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) (pasal 68, 69)
Rencana Kerja dan anggaran serta laporan
keuangan dan Kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan
kinerja Kementerian negara/lembaga/Pemerintah Daerah.
Pendapatan dan belanja BLU dalam rencana
kerja dan anggaran tahunan dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian
Negara/lembaga/ Pemerintah Daerah.
Pendapatan BLU sehubungan dengan jasa
layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah.
Pendapatan dimaksud dapat digunakan
langsung untuk membiayai belanja BLU bersangkutan.
- Ketentuan Peralihan
Pembentukan Jabatan Fungsional Bendahara
Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun anggaran
2008 dan selama pengakuan dan pengukuran berbasis akrual belum dilaksanakan,
digunakan pengalaman dan pengukuran berbasis kas.
Penyimpanan uang negara dalam Rekening
Kas Umum Negara pada Bank Sentral dilaksanakan secara bertahap, sehingga
terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2006.
- Ketentuan Penutup
Pada
saat berlakunya Undang–undang ini ICW
stbl 1925 No. 448 dinyatakan tidak berlaku.