Pengertian Akuntansi Forensik
Dalam penelitian Karya dan Effendi (2013)
disebutkan bermacam - macam pengertian mengenai akuntansi forensik diantaranya Hopwood, Leiner, & Young mendefinisikan akuntansi
forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan
untuk memecahkan masalah - masalah keuangan melalui cara - cara yang sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Menurut Grippo dan Ibex (2003 dalam
Singleton, 2006) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai ilmu pengetahuan
yang berbeda dari audit tradisional tetapi bergabung dengan metode audit dan
prosedurnya untuk mengatasi permasalahan hukum.
Menurut Thornhill dalam Tuanakotta (2014) menjelaskan forensik atau akuntansi forensik adalah penerapan
keahlian finansial dan mentalis investigasi untuk memecahkan kasus - kasus
penyimpangan yang dilaksanakan dalam konteks ketentuan bukti. Sebagai suatu
disiplin ilmu, audit ini mencakup bidang keuangan, pengetahuan mengenai
kecurangan (fraud) dan pengetahuan
dan pemahaman yang mendalam tentang realitas bisnis serta mekanisme kerja
sistem hukum. Pengembangannya terutama melalui on the job training dan kerjasama dengan petugas investigasi dan
penasehat hukum.
Tuanakotta
(2014) menyatakan akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntasi
dalam arti luas, termasuk auditing,
pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan,
di sektor publik maupun privat. Akuntansi forensik dipraktikkan dalam bidang
yang luas, seperti:
1.
dalam
penyelesaian sengketa antarindividu;
2.
di
perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan tertutup maupun yang
memperdagangkan saham atau obligasinya di bursa, joint venture, special
purpose companies;
3.
di
perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki negara, baik di pusat
maupun daerah (BUMN, BUMD);
4.
di
departemen/ kementerian, pemerintah pusat dan daerah, MPR, DPR/ DPRD dan
lembaga - lembaga negara lainnya, mahkamah (seperti Mahkamah Konstitusi dan
Mahkamah Yudisial), komisi - komisi (seperti KPU dan KPPU), yayasan, koperasi,
Badan Hukum Milik Negara, Badan Layanan Umum dan seterusnya.
Melalui bukunya Strategi Di Bidang Auditing dalam Upaya Pemberantasan Korupsi dalam penelitian Sudaryati
dan Inayati (2010), Johan Arifin mengungkapkan secara umum pekerjaan akuntan
forensik meliputi kelompok fraud auditor,
expert witness, dan konsultan litigasi.
Pengertian Akuntan Forensik
Karyono (2013) menyatakan
auditor yang berkompeten dalam melakukan audit investigasi dinamakan auditor fraud, auditor investigasi dan akuntan
forensik. Meskipun ada perbedaan nama, dalam pelaksanaan tugasnya sama yaitu
untuk mengungkapkan kecurangan apa dan sejak kapan terjadi, bagaimana
kecurangan dilakukan, berapa kerugian, siapa saja yang terlibat dan apa
motifnya, dimana dilakukan, hukum atau aturan yang dilanggar, siapa yang
dirugikan dan hal - hal lain yang berkaitan dengan bukti. Perbedaannya adalah hal
penekanan tujuannya.
Akuntan forensik adalah auditor dengan spesialisasi ilmu yang berkaitan dengan fakta keuangan yang mengarah kepada masalah hukum. Auditor investigasi melibatkan pengkajian ulang dokumentasi keuangan untuk tujuan khusus yang dapat berkaitan dengan usaha untuk mendukung tindakan hukum dan tuntutan asuransi sebagaimana halnya masalah kejahatan. Auditor Kecurangan melakukan suatu disiplin khusus dalam akuntansi forensik yang melakukan investigasi kegiatan kejahatan khusus yang disebut kecurangan.
Akuntan forensik adalah auditor dengan spesialisasi ilmu yang berkaitan dengan fakta keuangan yang mengarah kepada masalah hukum. Auditor investigasi melibatkan pengkajian ulang dokumentasi keuangan untuk tujuan khusus yang dapat berkaitan dengan usaha untuk mendukung tindakan hukum dan tuntutan asuransi sebagaimana halnya masalah kejahatan. Auditor Kecurangan melakukan suatu disiplin khusus dalam akuntansi forensik yang melakukan investigasi kegiatan kejahatan khusus yang disebut kecurangan.
Kompetensi Auditor Forensik
Kualitas
auditor forensik dalam melaksanakan tugas pekerjaannya bergantung kepada
kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi sebagai seorang auditor forensik akan
terwujud dengan bentuk penguasaan profesional dan pengetahuan dalam menjalankan
tugasnya. Kayo (2013) menyebutkan auditor forensik memiliki tiga dimensi
kompetensi yaitu:
1. Pengetahuan Dasar
Seorang auditor forensik harus memiliki pengetahuan dasar
yang memadai antara lain terkait dengan ilmu akuntansi, auditing, sistem administrasi pemerintahan, komunikasi dan
pemahaman tentang kecurangan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan negara.
Dengan memiliki pengetahuan dasar tersebut, seorang auditor forensik akan lebih
percaya diri dan memudahkan dalam memahami kasus yang sedang dihadapi terutama
yang terkait dengan rekayasa bukti – bukti dalam transaksi keuangan.
2. Kemampuan
Teknis
Kemampuan teknis dalam tugas auditor forensik sangat
diperlukan. Auditor harus memiliki :
a. Kemampuan
untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan keahlian profesionalnya
dengan cermat, seksama dan hati - hati dalam setiap penugasan.
b.
Pemahaman
yang baik dan menginterpretasikan dokumen/informasi keuangan secara tepat agar
memperoleh bukti akuntansi yang mendukung alat bukti tindak pidana korupsi.
c.
Memahami
peraturan dan ketentuan yang berkaitan dengan kasus yang ditangani sebagai
acuan atau kriteria dalam mengidentifikasikan terjadinya penyimpangan.
d.
Kemampuan
untuk mengetahui informasi spesifik yang menunjukkan adanya gejala atau potensi
fraud.
e. Menguasai
dan mampu menggunakan teknik - teknis audit forensik dalam pengumpulan dan
pengevaluasian bukti audit secara objektif, harus mempertimbangkan kompetensi
dan kecukupan bukti.
3. Sikap Mental
Seorang auditor forensik harus memiliki sikap mental yang
baik. Seorang auditor harus mampu bersikap independen, obyektif dan jujur dalam
semua tindakannya harus dilakukan secara profesional untuk mencari kebenaran.
Independen dan kejujuran sangat diperlukan karena, bagaimanapun baiknya kinerja
seorang auditor forensik tetapi bila hal itu dilakukan dengan tidak independen
dan jauh dari kejujuran maka hasil kerjanya tadi tidak akan memiliki makna yang
berarti untuk mencapai keadilan.
Tuanakotta (2014) juga menyampaikan
beberapa persyaratan kemampuan/keahlian yang harus dipenuhi oleh auditor yang
akan melaksanakan audit investigatif, yaitu meliputi :
1.
Pengetahuan
Dasar
a.
Memiliki
background Ilmu Akuntansi dan
Auditing.
b.
Menguasai
teknik sistem pengendalian intern.
c.
Memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Memiliki
pengetahuan tentang investigasi, diantararanya aksioma audit investigatif,
prinsip - prinsip audit investigatif dan kecurangan, teknik audit investigatif
dan cara memperoleh bukti.
e.
Menjaga
kerahasiaan sumber informasi.
f.
Memiliki
pengetahuan tentang bukti, bahwa bukti harus relevan dan kompeten.
g. Mengetahui
masalah informasi dan teknologi (hardware,
software, maupun sistem), serta
memahami tentang cyber crime.
h. Memiliki
jiwa skeptisme professional, sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis.
i.
Berwawasan
luas untuk menambah pengalaman dalam meninjak lanjuti kasus yang akan datang.
2.
Kemampuan
Teknis
a. Auditor
menggunakan ahli Information Technologi
(IT), untuk pengetahuan yang cukup dan luas.
b.
Auditor
harus mengetahui kontruksi hukum (Undang-Undang).
c.
Mempunyai
pengetahuan tentang tindak pidana korupsi.
d.
Mampu
bertindak objektif dan indpenden, serta netral, dan selalu menjunjung azas
praduga tak bersalah.
e.
Memiliki
kemampuan membuat hipotesis.
f.
Mampu
mengumpulkan dan untuk membuktikan hipotesis.
3.
Sikap
Mental
a.
Mengikuti
standar audit investigatif.
b.
Bersikap
independen.
c.
Bersifat
bebas dengan skeptis professional.
d.
Bersifat
kritis.
Dalam buku
Aspek - Aspek Audit Kecurangan, Tunggal (2016) menjelaskan kemampuan apa saja
yang harus dimiliki oleh para profesional dalam pemberantasan kecurangan.
1.
Kemampuan
Analitis (Analytical Skills). Pendeteksian
dan investigasi kecurangan merupakan proses analisis tempat investigator
mengidentifikasi berbagai jenis kecurangan yang dapat terjadi, berbagai
indikator yang ditimbulkan oleh kecurangan dan cara untuk menguji dan melakukan
tindak lanjut terhadap indikator yang ditemukan.
2.
Kemampuan
Komunikasi (Communication Skills). Auditor
kecurangan menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk melakukan wawancara
dengan para saksi serta pihak - pihak yang dicurigai kemudian mengkomunikasikan
temuan tersebut. Seorang komunikator yang baik akan mengetahui bagaimana cara
menekan untuk mendapatkan bukti dan pengakuan, bagaimana cara membuat
pertanyaan dan poin - poin penting dalam wawancara secara terstruktur. Adalah hal yang tidak mungkin untuk menjadi
seorang auditor kecurangan tanpa dilengkapi dengan kemampuan komunikasi yang
teruji.
3.
Kemampuan
dalam bidang Teknologi (Technological
Skills). Teknologi yang memungkinkan auditor kecurangan melakukan analisis
terhadap basis data yang sangat besar dengan sangat efisiensi. Teknologi
menyediakan beberapa bukti terbaik untuk menentukan apakah seseorang bersalah
atau tidak atas dugaan kecurangan yang dialamatkan.
4.
Beberapa
Pemahaman terkait Akuntansi dan Bisnis. Kecurangan melibatkan upaya untuk
menyembunyikan kecurangan tersebut. Upaya penyembuyian menyertakan pengubahan
catatan dan dokumentasi akuntansi. Auditor yang mengerti akuntansi dan bisnis
akan sangat bernilai tinggi di masa depan.
5.
Pengetahuan
terkait Hukum Perdata dan Pidana, Kriminologi, Isu Privasi, Hak - Hak Pegawai,
Undang - Undang mengenai Kecurangan dan berbagai masalah Hukum lainnya terkait
Kecurangan. Melakukan investigasi dan menyelesaikan kecurangan selalu
melibatkan pertanyaan terkait hukum, seperti "apakah suatu kasus akan
diproses di pengadilan baik secara perdata ataupun pidana, apakah teknik
tertentu dalam pengumpulan bukti diizinkan, dan kapan seharusnya penegak hukum
dilibatkan?"
6.
Kemampuan
untuk Berbicara dan Menulis dalam Bahasa Asing. Dengan perkembangan dan
perjalanan, komunikasi dan teknologi, banyak kecurangan saat ini melibatkan
individu di beberapa negara. Investigasi lintas negara bukanlah hal yang asing
lagi dan kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa asing.
7.
Pengetahuan
terkait Perilaku Manusia, diantara Mengapa dan Bagaimana Seseorang
Merasionalisasi Ketidakjujuran, bagaimana mereka bereaksi ketika ditangkap dan
cara apa yang paling efektif dalam menimbulkan efek jera bagi individu dalam
melakukan kecurangan. Kemampuan seperti ini biasanya dipelajari pada beberapa
mata kuliah terkait perilaku, seperti psikologi sosial atau sosiologi.
Standar Umum dan Khusus Akuntan
Forensik
Dalam buku Akuntansi
Forensik dan Audit Investigatif karangan Tuanakotta (2014) terdapat standar
umum dan khusus akuntan forensik yang disadur dari buku Thornhill, Forensic Accounting: How to Investigate
Financial Fraud yaitu:
1.
Independensi
: Akuntan Forensik harus independen dalam melaksanakan tugas.
a.
Garis
Pertanggungjawaban
2.
Objektivitas
: Akuntan Forensik harus obyektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah
akuntansi forensiknya.
3.
Kemahiran
Profesional : Akuntansi forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati
- hatian profesional.
a.
Sumber
Daya Manusia
b.
Pengetahuan,
Pengalaman, Keahlian dan Disiplin
c.
Supervisi
d.
Kepatuhan
terhadap Standar Perilaku
e.
Hubungan
Manusia
f.
Komunikasi
g.
Pendidikan
Berkelanjutan
h.
Kehati
- Hatian Profesional
4.
Lingkup
Penugasan : Akuntan forensik harus memahami dengan baik penugasan yang
diterimanya. Ia harus mengkaji penugasan itu dengan teliti untuk menentukan
apakah penugasan dapat diterima secara profesional, dan apakah ia mempunyai
keahlian yang diperlukan atau dapat memperoleh sumber daya yang mempunyai
keahlian tersebut. Lingkup penugasan ini dicantumkan dalam kontrak.
a.
Keandalan
Informasi
b.
Kepatuhan
terhadap Kebijakan, Rencana, Prosedur dan Ketentuan Perundang - Undangan
c.
Pengamanan
Aset
d.
Penggunaan
Sumber Daya secara Efisien dan Ekonomi
5.
Pelaksanaan
Tugas Telaahan
a.
Perumusan
Masalah dan Evaluasinya
b.
Perencanaan
c.
Pengumpulan
Bukti
d.
Evaluasi
Bukti
e.
Komunikasikan
Hasil Penugasan