MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI
PRAKTIK
BISNIS TIDAK ETIS PADA
SUNBEAM
CORPORATION
Disusun Oleh:
-
Ilham Ramadhan Ersyafdi
-
Rati Agustia
Dosen :
Marsellisa Nindito, SE.Ak, M.Sc
S1 Akuntansi Reguler 2008
Jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Negeri Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu pondasi berjalannya kehidupan di suatu negara adalah dengan
adanya sistem perekonomian. Sejak runtuhnya sistem perekonomian komunis, sistem
perekonomian kapitalis menjadi makin kuat dan berkuasa. Ditambah pula adanya
arus globalisasi dan perdagangan bebas yang menjadikan sistem ini berkembang
pesat. Sistem perekonomian ini memunculkan berbagai perusahaan raksasa yang
memiliki kekuasaan besar dalam menjalankan aktivitasnya. Hal ini memberikan
kesempatan korporasi – korporasi tersebut untuk melakukan praktik bisnis yang
tidak etis yang berujung pada krisis ekonomi di berbagai negara, termasuk di
negara Amerika.
Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat tidak bisa dilepas dari
buruknya tata kelola perusahaan, praktik bisnis yang tidak etis dan melakukan
kecurangan dengan memalsukan laporan keuangan demi kepentingan pribadi. Banyak
contoh berbagai
skandal pada beberapa
korporasi besar di Amerika Serikat seperti: Sunbeam
Corporation, Enron,
WorldCom (MCI), AOL TimeWarner,
Aura Systems, Citigroup, Computer Associates International,
CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan
Xerox; yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen,
KPMG dan PWC.
Dalam makalah ini, kami akan
membahas salah satu perusahaan Sunbeam Corporation
yang melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan yang juga segelintir kasus
yang membuat hancur partner KAP-nya yaitu Arthur Andersen.
I.2 DESKRIPSI KASUS
Dalam rangka
meningkatkan dan menghidupkan kembali perusahaan, dewan direksi Sunbeam Corporation memutuskan
untuk merekrut seseorang yang dianggap berkompeten untuk memperbaiki
keadaan perusahaan dan orang tersebut adalah Mr Albert J.Dunlap yang jugan memiliki julukan sebagai “Chainsaw Al”. Ia dipekerjakan
sebagai CEO Sunbeam Corporation terhitung sejak bulan Juli 1996.
Semenjak ia
bekerja di Subeam, sudah banyak hal yang dilakukannya,
diantaranya dengan melakukan pemotongan biaya melalui pemberhentian
secara besar - besaran sekitar
3000 karyawan dan menghilangkan 87% produk - produk
perusahaan. Keputusan ini
memang terlihat sangat kontroversial
tetapi berhasil menaikan penjualan pada tahun 1997 sebesar 18,7%.
Banyak prestasi
yang diraih oleh Sunbeam sejak di pimpin oleh Dunlap. Hal ini terlihat dari terus naiknya harga saham
Sunbeam. Pada awal bergabung dengan Sunbeam, harga
saham per lembar hanya berkisar belasan dollar saja, tetapi harga saham terus merangkak
naik sampai pada puncaknya mencapai harga $52 per lembar pada Maret 1998. Tetapi sayangnya ternyata Dunlap telah
melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan
perusahaan. Segala laporan yang dihasilkan ternyata merupakan hasil rekayasa
dan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi . Hal ini mulai terkuak pada Juli
1998 ketika muncul sebuah artikel yang mengatakan hal tersebut dan artikelnya
dikenal sebagai Baron’s Article. Munculnya masalah ini ke khalayak
menyebabkan diadakannya rapat dewan direksi untuk membahas hal ini dan melakukan
penyelidikan internal. Dan pada akhirnya para dewan direksi
memutuskan untuk memecat beberapa manajemen senior yang
termasuk di dalamnya Dunlap dan CFO.
Selanjutnya
dilakukanlah investigasi terhadap Sunbeam Corporation oleh SEC (Security Exchange Commission). Dalam investigasinya, SEC
menemukan bahwa dari kuartal akhir 1996 hingga Juni 1998 pihak
manajemen Sunbeam telah berhasil menciptakan
kebohongan restrukturisasi dalam rangka meningkatkan
harga saham sehingga membuat nilai perusahaan menjadi tinggi.
Untuk mewujudkan hal ini, pihak manajemen telah menggunakan teknik manajemen laba
yang tidak layak dalam rangka memalsukan laporan atau hasil perusahaan penghasilan
melalui strategi penipuan akuntansi, seperti pendapatan “cookie jar”, recording
revenue on contingent sales, dan mempercepat penjualan dari periode
selanjutnya ke kuartal masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang
tidak benar melakukan transaksi “bill-and-hold”,
dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari pengiriman sebenarnya dan
tagihannya serta menyembunyikan kondisi keuangan yang buruk.
SEC akhirnya, memberikan pendapat bahwa laporan
keuangan Sunbeam tidak dapat diandalkan sehingga mengharuskan Sunbeam membuat
kembali laporan keuangannya pada periode tersebut. Hal ini membuat harga saham
Sunbeam terus menurun yang sebelumnya mencapai $52 per lembar menjadi hanya $7
per lembar saham. SEC menyatakan bahwa Dunlap dan Russel Kersh (mantan CFO) dan
kantor akuntan publik Arthur Andersen telah melakukan kecurangan dan penipuan.
Pada 2001,
Sunbeam mengajukan petisi kepada Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New
York dengan Bab 11 Judul 11 tentang aturan kebangkrutan. Agustus 2002,
pengadilan memutuskan pembayaran sebesar $141 juta. Andersen setuju
membayar $110 juta untuk menyeleaikan klaim tanpa mengakui kesalahan dan
tanggung jawab. Sunbeam mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar
dan kehilangan ribuan karyawannya. Sunbeam terbebas dari kebangkrutan.
I.3 IDENTIFIKASI MASALAH
1.
Apa saja praktik bisnis tidak etis yang telah dilakukan
oleh manajemen Sunbeam Corporation dan
CEO-nya?
2.
Apa saja prinsip - prinsip Good
Corporate Governance yang telah dilanggar ?
3.
Apa saja kode etik profesi akuntan yang telah
dilanggar oleh akuntan manajemen Sunbeam Corporation?
4.
Apa dampak dari praktik bisnis
tidak etis yang telah dilakukan ?
I.4 TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan Penelitian
adalah:
1.
Untuk memenuhi nilai mata kuliah Etika Profesi
Akuntan (EPA)
2.
Untuk mengetahui apa saja praktik bisnis tidak
etis yang telah dilakukan
oleh manajemen Sunbeam Corporation
3.
Untuk mengetahui apa saja prinsip - prinsip Good
Corporate Governance yang telah dilanggar
4.
Untuk mengetahui kode etik profesi akuntan
apa saja yang telah dilanggar oleh akuntan manajemen Sunbeam Corporation
5.
Untuk mengetahui apa dampak dari praktik bisnis
tidak etis yang telah dilakukan
Manfaat Penelitian adalah:
1. Sebagai
acuan atau referensi untuk mengadakan penulisan laporan bertema sejenis.
BAB II
KAJIAN
TEORITIS
A. Good Corporate Governance
(GCG)
Walaupun
istilah GCG dewasa ini sudah popular, namun sampai saat ini belum ada definisi
baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Istilah “corporate governanxce”
pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Commite, Inggris di tahun 1922 yang
menggunakab istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury
Report (dalam Sukrisno Agoes, 2006). Istilah ini sekarang menjadi sangat
popular dan telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak. Dibawah ini
diberikan beberapa definisi dari beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan.
1. Cadbury
Commite of United Kingdom:
“A set of rules that define the relationship
between shareholders, managers, creditor, the government, employees, ang other
internal and external stakeholders in respect to their right and
responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled”.
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan”.
2. Forum for Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) – tidak
membuat definisi tersendiri tetapi mengambil defini dari Cadbury Commite of Uniter Kingdom, yang kalau
diterjemahkan adalah: “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
- Sukrisno Agoes (2006)
mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system yang
mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham,
dan pemagku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga
disebut sebagai suatu prose sang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
- Organization for economic Cooperation and Development – OECD (dalam Tjager dkk,
2004) mendefinisikan GCG sebagai: “suatu struktur yang terdiri atas para
pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai
perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan
memantau kinerja”.
- Wahyudi Prakarsa (dalam
Sukrisno Agoes, 2006) mendefiniskan GCG sebagai: “mekanisme administrative
yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris,
direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan yang lain.
Berdasarkan beberapa definisi
tersebut, dapat diketahui bahwa GCG dapat diberi pengertian dalam arti sempit
dan dalam arti luas. Definisi yang disampaikan oleh OECD dapat mewakili
pengertian dalam arti sempi, sedangkan definisi yang diberikan Cadbury Commmitte, Sukrisno Agoes, dan
Wahjudi Prakarsa dapat mewakili pengertian GCG dalam arti luas.
PRINSIP-PRINSIP GCG
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, konsep GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar
para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi. Prinsip-prinsip OECD
(dalam Sukrisno Agoes, 2006) mencakup lima bidang utama, yiaut: hak-hak para
pemegang saham dan perlindungannya; peran para karyawan dan pihka-pihak yang
berkepentingan lainnya; pengungkapan yang akurat dan tepat waktu; transparansi
terkait dengan struktur dan operasi perusahaan; serta tanggung jawab dewan
terhadapa perusahaan, pemegang saham, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
Secara ringka, prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
- Perlakukan yang setara antar pemangku kepentingan
- Transparansi
- Akuntabilitas
- Responsibilitas
Dalam hubungannya dengantata kelola
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan
Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan GCG (Tjager dkk., 2003).
Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu:
- Kewajaran
- Transparansi
- Akuntabilitas
- Pertanggungjawaban
- Kemandirian
Selanjutnya, National Committen on Governance (NCG, 2006) mempublikasikan “Kode Indonesia tentang
tata kelola perusahaan yang baik pada tanggal 17 Oktober 2006. sebagaimana
dinyatakan dalam kata pengantarnya oleh Menteri Koordinator bidang
perekonomian, Dr. Boediono, walaupun Kode Indonesia tentang GCG ini bukan
merupakan suatu peraturan, tetapi dapat menjadi pedoman dasar bagi seluruh
perusahaan di Indonesia dalam menjalankan usaha agar kelangsungan hidup
perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalam koridor etika bisnis yang
pantas. Dalam kode GCG ini, NCG mengemukakan lima prinsip GCG yaitu:
- Transparansi
- Akuntabilitas
- Responsibilitas
- Independensi
- Kesetaraan
Prinsip-prinsip yang dikemukakanoleh
NCG hanmpir sama dengan yang diungkapkan oleh Menteri Negara BUMN. Penjelasan
singkat atas masing-masing prinsip yang telah dikemukakan dapat diberikan
sebagai berikut:
- Perlakuan yang setara merupakan prinsip agar para
pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan merata,
baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal)
maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang
lainnya).
- Prinsip transparansi, artinya kewajiban bagi para
pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan
penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga
mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar dan
tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan.
- Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para
pengelola berkewajiban untuk membina system akintansi yang efektif untuk
menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan
kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertangungjawaban setiap organ sehingga
pengelolaan berjalan efektif.
- Prinsip responsibilitas adalah prinsip di mana para
pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam
mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai
konsekuensi logis dari keprcayaan dan wewenang yang diberikan oleh para
pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Tanggung jawab ini
mempunyai lima dimensi, yaitu: ekonomi, hukum, moral, social dan spiritual
yang dijelaskan sebagai berikut:
- Dimensi ekonomi, artinya tanggung jawab pengelolaan
diwujudkan dalam bentuk pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku
kepentingan.
- Dimensi hukum, artinya tanggung jawab
pengelolaan diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku;
sejauh mana tindakan manajemen telah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
- Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab
tindakan manajemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua
pemangku kepantingan.
- Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan
manajemen telah mampu mewujudkan akuntabilitas diri atau telah dirasakan
sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
e. kemandirian sebagai
tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu keadaan di mana para
pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat professional, mandiri, bebas
dari konflik kepentingan, dan bebasa dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang
bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
pengelolaan yang sehat.
Keempat prinsip ini-kesetaraan, transparansi,
akuntabilitas, dan pertanggungjawaban-sebenarnya merupakan jawaban langsung
atas permasalahan/skandal yang dihadapi oleh dunia usaha, bukan saja di
Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya, berbagaiskandal yang marak dihadapi oleh dunia usaha terjadi dalam
bentuk:
- Perlakuan tidak adil yang dihadapi oleh satu atau
beberapa pemangku kepentingan. Misalnya, rekayasa pengajuan pinjaman yang
dilakukan oleh direksi [perusahaan untuk memperoleh kredit bank tentu lebih
menguntungkan kepentingan pemegang saham dan merugikan kepentingan
pemangku kepentingan lainnya-dalam hal ini aalah bank. Contoh lain adalah
insider trading yang dilakukan oleh direksi perusahaan untuk kepentingan
pribadi. Hal ini sangat merugikan para pemegang saham public.
- Maraknya rekayasa laporan keuangan dan sering timbulnya
insider trading yang dilakukan oleh para eksekutif puncak baik di
Indonesia mapun AS yang bahkan melibatkan beberapa akuntan publik ternama, akhinya mempertegas
kembali pentingnya penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
- Munsulnya berbagai kejahatan kerah putih yang sangat canggih, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pelaku bisnis dan oknum birokrasi pemerintahan sangat merugikan masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Timbulnya berbagai kerusakan hutan, pencemaran udara dan air, pemanasan global dan sebagainya, semuanya ini mencerminkan lemahnya wujud kesadaran dan tanggung jawab dari para eksekutif puncak dan oknum pejabat pemerintah terkait.
Manfaat GCG
Tjager dkk. (2003) mengatakan bahwa
paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
- Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh
McKinsey & Company menunjukan bahwa para investor institusional lebih
menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah
menerapkan GCG.
- Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi
keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisi berkepanjangan di
Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.
- Internasionalisasi pasar-termasuk liberalisme para
financial dan pasar modal-menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
- Kalupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari
krisis, system ini dapat menjadi dasr bagi berkembangnya system nilai baru
yang lebih sesuai dengan lengkap bisnis yang kini telah banyak berubah.
- Secara teoritis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana
(2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan GCG adalah:
- Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
- Mendapatkan biaya modal
- Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan
kinerja ekonomi perusahaan.
- Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para
pemangku kepentingan terhdap perusahaan.
- Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum
Kode Etik merupakan suatu
pedoman bagi seseorang dalam menjalankan profesinya secara profesional. Kode
etik mengatur seseoran dalam besikap dan berperilaku secara etis didalam suatu
organisasi profesi tersebut. Perilaku etis melibatkan pemilihan
tindakan-tindakan yang benar dan sesuai serta tepat. Tingkah laku kita mungkin
benar atau salah; sesuai atau menyimpang; dan keputusan yang kita buat dapat
adil atau berat sebelah. Orang sering berbeda pandangan terhadap arti istilah
etis; tatapi tampaknya terdapat suatu prinsip umum yang mendasari semua sistem
etika. Prinsip ini diekspresikan oleh keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai tanggung jawab untuk kebaikan anggota lainnya. Keinginan untuk
berkorban demi kebaikan kelompoknya merupakan inti dari tindakan yang etis.
Ada sepuluh nilai inti yang
diidentifikasi menghasilkan prinsip-prinsip yang melukiskan benar dan salah
dalam kerangka umum. Sepuluh nilai tersebut adalah:
1. Kejujuran (honesty)
1. Kejujuran (honesty)
2. Integritas (integrity)
3. Memegang janji (promise keeping)
4. Kesetiaan (fidelity)
5. Keadilan (fairness)
6. Kepedulian terhadap sesama (caring for others)
7. Penghargaan kepada orang lain (respect for others)
8. Kewarganegaraan yang bertanggung
jawab (responsible citizenship)
9. Pencapaian kesempurnaan (pursuit of excellence)
10. Akuntabilitas (accountibility)
IMA (Institute of Management Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan
yang menguraikan tentang standar perilakuk etis akuntan manajemen. Akuntan
manajemen tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
standar ini atau mereka tidak akan menerima pelaksanaan tindakan-tindakan
tersebut dari orang lain dalam organisasi mereka. Standar tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Kompetensi. Akuntan manajemen
bertanggung jawab untuk
a.
Menjaga tingkat kompetensi profesional yang diperlukan
dengan terus menerus mengembangkan pengetahuan dan keahliannya
b.
Melakukan tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hukum,
peraturan, dan standar teknis yang berlaku
c.
Menyusun laporan dan rekomendasi yang lengkat serta jelas
setelah melakukan analisis yang benar terhadap informasi yang relevan dan dapat
dipercaya
2. Kerahasiaan
Akuntan manajemen bertanggun jawab untuk:
Akuntan manajemen bertanggun jawab untuk:
a.
Menahan diri untuk tidak mengungkapkan tanpa ijin informasi
rahasia berkenaan dengan tugas-tugasnya, kecuali diharuskan secara hukum
b.
Memberitahu bawahan seperlunya kerahasiaan dari informasi
yang berkenaan dengan tugas-tugasnya dan memonitor aktivitas mereka untuk
menjaga kerahasiaan tersebut
c.
Menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang
berkaitan dengan tugas-tugasnya untuk tujuan tidak etis dan sah baik secara
pribadi maupun melalui pihak ketiga.
3. Integritas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
a.
Menghindari konflik kepentingan aktual atau terlihat nyata
dan mengingatkan semua pihak terhadap potensi konflik
b.
Menahan diri dari keterlibatan berbagai aktivitas yang akan
menimbulkan kecurigaan terhadap kemampuan mereka untuk melakukan tugasnya
secara etis
c.
Menolak pemberian, penghargaan, dan keramah-tamahan yang
dapat mempengaruhi mereka dalam bertugas
d.
Menahan diri untuk tidak melakukian penggerogotan terhadap
legitimasi organisasi dan tujuan-tujuan etis, baik secara pasif maupun aktif
e.
Mengenali dan mengkomunikasikan berbagai batasan profesional
atau kendala lainnya yang akan menghalangi munculnya penilaian yang bertanggung
jawab atau kinerja sukses dari suatu aktivitas
f.
Mengkomunikasikan informasi yang baik atau buruk dan penilaian
atau opini professional
g.
Menahan diri dari keterlibatan dalam aktivitas yang
merugikan profesi
4. Objektivitas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk
a.
Mengkomunikasikan informasi dengan adil dan objektif
b.
Mengungkapkan semua informasi relevan yang dapat diharapkan
mempengaruhi pemahaman pengguna terhadap laporan, komentar, dan rekomendasi
yang dikeluarkan
5. Resolusi konfik etika
Dalam
pelaksanaan standar perilaku etis, akuntan manajemen mungkin menghadapi masalah
dalam mengidentifikasi perilaku yang tidak etis, atau dalam meyelesaikan
konflik etika. Ketika menghadapi isu-isu etika yang penting, akuntan manajemen
harus mengiuti kebijakan yang ditetapkan organisasi dalam mengatasi konflik. Jika
kebijakan ini tidak menyelesaikan konflik etika, akuntan manajemen harus
mempertimbangkan tindakan berikut ini:
a.
Mendiskusikan masalah tersebut dengan supervisor kecuali
jika masalah itu melibatkan atasannya. Dalam kasus ini, masalah tersebut harus
dilaporkan secepatnya kepada jenjang yang lebih tinggi berikutnya. Jika
resolusi akhir yang memuaskan tidak dapat dicapai pada saat masalah
diungkapkan, sampaikan masalah tersebut manajemen jenjang yang lebih tinggi.
b.
Jika atasan langsung merupakan kepala eksekutif pelaksana
(CEO), atau setingkat wewenang untuk mengatasi mungkin berada di tangan suatu
kelompok seperti komite audit, komite eksekutif, dewan direksi, dewan
perwalian, atau pemilik. Berhubungan dengan jenjang di atas atasan langsung
sebaiknya dilakukan dengan sepengetahuan atasan.
c.
Menjelaskan konsep-konsep yang relevan melalui diskusi
rahasia dengan seorang penasihat yang objektif untuk mencapai pemahanan
terhadap tindakan yang mungkin dilakukan
d.
Jika konflik ektika masih ada setelah dilakukan tinjauan
terhadapa semua jenjang, akuntan manajemen mungkin tidak mempunyai jalan lain
kecuali mengundurkan diri dari organisasi dan memberikan memo yang informatif
kepada perwakilan organisasi yang ditunjuk.
e.
Kecuali jika diperintah secara hukum, mengkomunikasikan
masalah tersebut kepada berbagai otoritas atau individu yang tidak ada hubungan
dengan organisasi bukanlah pertimbangan yang tepat.
BAB III
PEMBAHASAN
Dari paparan singkat terkait
permasalahan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa
terjadi beberapa tindakan pelanggaran,
baik dalam tata kelola perusahaan maupun pelanggaran etika
profesi akuntan yang dilakukan oleh
Albert J Dunlap selaku CEO Sunbeam. Pelanggaran ini pada awalnya memberikan keuntungan kepada
perusahaan, namun pada akhirnya setelah penipuan ini terkuak, maka tindakan ini
justru menjadi sebuah bumerang bagi Dunlap selaku CEO Sunbeam itu sendiri.
III.1 Good Corporate Governance
Good Corporate
Governance menurut Sukrisno
Agoes (2006) mendefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran
Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses
yang transparan atas penentuan tujuan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya. Dari
yang telah kita ketahui, fungsi GCG itu sendiri secara umum berfungsi untuk meningkatkan
kualitas perusahaan.
Kualitas perusahaan dapat meningkat
dengan adanya GCG karena prinsip-prinsip berikut:
- Transparansi
- Akuntabilitas
- Responbilitas
- Independensi
- Kesetaraan/Kemandirian
Namun
yang terjadi pada Sunbeam Corporation
adalah mereka melanggar semua prinsip GCG.
·
Terkait
dengan transparansi, Sunbeam Corporation
tidak melakukan pengungkapan - pengungkapan dalam
akuntansi yang seharusnya diungkapkan agar pihak pengguna laporan keuangan
tidak memiliki informasi yang bias. Dunlop selaku CEO dan Kresh selaku CFO,
malakukan banyak penjualan dengan tidak memberikan informasi tambahan seperti
Penjualan kepada konsumen dengan diskon, yang pada pelaksanaannya, mereka tidak
menambahkan informasi tersebut.
·
Terkait dengan akuntabilitas, Manipulasi data keuangan perusahaan dengan menggunakan teknik manajemen laba
yang tidak layak dalam rangka memalsukan laporan atau hasil perusahaan penghasilan melalui strategi penipuan akuntansi,
seperti pendapatan “cookie jar”, recording revenue on contingent sales,
dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal masa kini.
Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan
pesanan bulan depan dari pengiriman sebenarnya dan tagihannya. Hal ini pada awalnya membuat harga saham perusahaan
meningkat, tetapi setelah hal ini diketahui publik, maka harga saham Sunbeam
turun secara drastis dari sebelumnya $52 per lembar menjadi $7 per lembar
saham. Manipulasi data keuangan ini dilakukan dengan manajemen laba yang tidak
wajar, yang mengakibatkan pemakai informasi keuangan tidak dapat mengandalkan
laporan keuangan yang telah dihasilkan. Pada akhirnya Sunbeam harus menyajikan
kembali laporan keuangan tahun 1996, 1997, dan kuartal awal 1998
·
Terkait dengan independensi, Dunlap juga menempati jabatan
sebagai CEO, dan juga sebagai ketua dewan direksi. Hal ini membuat terjadinya
diskusi dan perbaikan dalam perusahaan menjadi tertutup dan memudahkan pihak top manager untuk melakukan kecurangan. Padahal untuk mewujudkan transparansi dan meminimalkan
terjadinya kecurangan dalam pengelolaan perusahaan, maka pemisahan tanggungjawab
perlu dilakukan.
·
Terkait dengan responsibilitas, Pemberhentian karyawan secara besar-besaran. Meskipun
hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah dalam upaya pengurangan biaya, tetapi
dengan pemberhentian karyawan sebanyak 3000 orang tentunya merupakan sebuah
tindakan yang harus dipikirkan secara matang. Karena dampak dari pemberhentian ini
akan meningkatkan jumlah pengangguran, dan pada akhirnya mampu mempengaruhi
perekonomian negara.
·
Terkait dengan kesetaraan/kemandirian, Karena Dunlap
memiliki jabatan sebagai CEO sekaligus ketua dewan komisaris, hal ini
menciptakan lingkungan perusahaan dipenuhi dengan kepentingan pribadi. Tujuan
perusahaan lebih didominasi untuk pembesaran harga saham perusahaan agar
perusahaan dapat menyerap dana dari masyarakat dan Dunlop selaku CEO dapat
mengambil keuntungan sebesar-besarnya.
III.2
Kode Etik Akuntan Manajemen
Kode
Etik merupakan suatu pedoman bagi seseorang dalam menjalankan profesinya secara
profesional. Kode etik mengatur seseorang dalam besikap dan berperilaku secara
etis didalam suatu organisasi profesi tersebut. Perilaku etis melibatkan
pemilihan tindakan-tindakan yang benar dan sesuai serta tepat. Tingkah laku
kita mungkin benar atau salah; sesuai atau menyimpang; dan keputusan yang kita
buat dapat adil atau berat sebelah.
IMA
(Institute of Management Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan yang
menguraikan tentang standar perilakuk etis akuntan manajemen. Akuntan manajemen
tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan standar ini
atau mereka tidak akan menerima pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut dari
orang lain dalam organisasi mereka. Standar tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Kompetensi
2.
Kerahasiaan
3.
Integritas
4.
Objektivitas
5.
Resolusi konfik etika
Berdasarkan
penjelasan tersebut, pelanggaran etika yang telah dilakukan oleh akuntan dalam
Manajemen Sunbeam yaitu:
·
Terkait
dengan kompetensi. Akuntan manajemen
Sunbeam tidak melakukan tugas profesionalnya sesuai dengan hukum, peraturan dan
standar teknis yang berlaku karena telah melakukan praktek manipulasi akuntansi
dengan memperbesar atau memotong angka yang ada pada laporan keuangan. Hal ini
jelas telah membuat informasi yang tidak relevan bagi para pengguna laporan
keuangan.
·
Terkait
dengan integritas. Akuntan Sunbeam bersama dengan auditor
eksternalnya, KAP Arthur Andersen, telah memanipulasi laporan keuangan demi
kepentingan pihak manajemen Sunbeam yang pada akhirnya menimbulkan potensi
konflik dan merugikan pihak ekternal manajemen Sunbeam. Pihak akuntan juga
berusaha menyembunyikan keadaan keuangan yang buruk.
·
Terkait
dengan objektivitas. Pihak akuntan Sumbeam
tidak mengkomunikasikan informasi keuangan dengan adil dan objektif. Dengan
manipulasi laporan keuangan, pihak akuntan berusaha menciptakan citra baik bagi
manajemen dengan memberikan informasi
yang tidak relevan dengan kondisi yang terjadi, tanpa memperdulikan dampak yang
akan timbul atas perbuatan tersebut.
Pelanggaran etika lain
yang dilakukan oleh Manajemen Sunbeam Corporation:
·
Saat ada karyawan di departemen internal audit
perusahaan, mengungkapkan praktik menyimpang yang dilakukan perusahaan, tetapi
tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi yang dibuatnya. Akhirnya dia
mengundurkan diri setelah gagal mengungkap praktik kotor perusahaan
·
Kersh jarang bertindak secara konservatif selama menjabat
sebagai CFO di Sunbeam. Dia selalu membusungkan dada dan menunjukkan bahwa
dialah "pusat laba terbesar" perusahaan.
III.3 Teori Etika
Dilihat dari
kasus yang di deskripsikan pada Bab 1 dapat dilihat bahwa CEO Sunbeam
Corporation telah hanya memenuhi kepentingan pribadinya yang memanfaatkan
keadaan perusahaan. Teori etika yang dipakai adalah Teori Etika Egoisme yang
tujuannya hanya kenikmatan duniawi secara individu.
Selain itu
juga, Dunlap telah melanggar Teori Etika Hak karena telah memecat kurang lebih
3000 orang ketika dia menjabat bahkan ketika memecat pun dia menghina karyawan
yang telah dipecatnya, karena kriteria etis telah dilanggar dan menghina
martabat dan Hak Asasi Manusia (HAM) karyawan.
Dunlap juga
melanggar Teori Etika Deontologi-Kant dan Teori Etika Utilitarianisme. Teori
Etika Deontologi-Kant yang kriteria etisnya yang dilanggar adalah kewajiban
mutlak sebagai seorang CEO yang seharusnya membuat perusahaan maju dengan
“jalan” yang benar tetapi menggunakan jalan dengan menipu laporan keuangan yang
ada. Menurut Teori Etika Utilitarianisme, Dunlap juga telah memecat 3000
karyawan dan menipu laporan keuangan sehingga kriteria etis yang dilanggar
karena tidak memberikan manfaat/kegunaan bagi banyak orang malah merugikan
pemegang saham dan karyawan.
III.4 Dampak Praktik Bisnis Tidak Etis
Manajemen Sunbeam
Dampak dari pelanggaran etika yang dilakukan Manajemen
Sunbeam:
Bagi perusahaan:
·
Sunbeam Corporation seharusnya
mengalami kebangkrutan karena Sunbeam
telah mengajukan petisi kepada
Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York dan memutuskan pembayaran
sebesar $141 juta. Tetapi
Andersen setuju membayar $110 juta untuk
menyeleaikan klaim tanpa mengakui kesalahan dan tanggung jawab sehingga terbebas dari bangkrut.
·
Sunbeam
mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan kehilangan ribuan
karyawannya.
·
Harga
saham turun drastis dari $52 per lembar menjadi hanya
$7 per lembar saham
Bagi negara:
·
Pemerintah
lebih berhati - hati dalam akuntansi dan membuat undang -undang SARBANES-OXLEY untuk meminimalisir fraud
schemes berdampak sangat buruk
terhadap pasar, stakeholders dan para
pegawai.
·
Meningkatnya
tingkat pengangguran
·
Berkurangnya
kepercayaan investor untuk berinvestasi di negara tersebut
·
Dalam
jangka panjang, dapat mengakibatkan krisis ekonomi
BAB IV
PENUTUP
IV.I KESIMPULAN
Dari pemaparan sebelumnya, dapat
diketahui bahwa sebagai salah satu perusahaan besar yang telah dipercaya
eksistensinya oleh masyarakat umum, Sunbeam telah melakukan beberapa
pelanggaran dalam tata kelola perusahaan dan pelanggaran kode etik akuntan
manajemen, seperti melakukan praktik manajemen laba, bersama auditor
ekstenalnya memanipulasi laporan keuangan untuk mengambil keuntungan
sebesar-besarnya, menyalahi prosedur teknis
perusahaan, serta tidak mengindahkan sisi responsibilitas perusahaan. Hal ini pada awalnya memang menghasilkan keuntungan,
tetapi dampak dari pelanggaran ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor
terhadap Sunbeam, serta menyebabkan kejatuhan CEO dan perusahaan tersebut.
IV.II SARAN
Saran yang dapat diberikan adalah
setiap perusahaan seharusnya membuat peraturan dan prosedur terkait
pengimplementasian Good Coorporate Governance serta melakukan pengawasan yang
ketat agar dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, dibutuhkan kode etik
profesi yang dapat menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik
mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana
yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesi baik dalam
berhubungan dengan kolega, klien, publik dan karyawan sendiri. Yang harus menjadi sebuah pelajaran
bahwa sesungguhnya suatu praktik atau perilaku yang dilandasi dengan
ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula.
BAB V
LAMPIRAN
CERITA LAIN MENGENAI SUNBEAM COMPANY
Al
Dunlap dijuluki eksekutif yang mampu membuat semuanya mungkin dan memiliki
spesialisasi untuk membenahi perusahaan-perusahaan sekarat. Dia memiliki
pernyataan yang sangat sensasional "Jika kamu butuh teman, belilah Anjing.
Saya sudah punya dua". Akhirnya praktik menyimpang dari taktik bisnisnya
mulai terungkap sesudah kekacauan yang terjadi di Sunbeam. Sunbeam adalah perusahaan
yang ia ambil alih dan duduk sebagai CEO tetapi dua tahun kemudian ditinggalkan
dengan kondisi berantakan. Pada awalnya, ia mampu menunjukkan kinerja perbaikan
yang konsisten di Sunbeam, tetapi trik yang digunakan akhirnya ketahuan juga.
John A. Byrne menggambarkan apa yang telah terjadi:
"Menginjak
kuartal keempat, ketika semakin sulit untuk memenuhi target laba, teknik dan
pendekatan baru digunakan. Pendekatan tersebut pada dasarnya menyimpang. Cara
tersebut diberi nama "Penugasan". Kersh (CFO Sunbeam) dan Dunlap
mengumpulkan para eksekutif dan meminta masing - masing untuk menggunakan angka yang
telah dipersiapkan dalam menjalankan bisnisnya. Jika ada kekurangan di satu
sisi akan ditutupi dengan meminta bagian lain untuk melakukan perubahan sehingga
target - target yang disampaikan Dunlap kepada Wall Street dapat
terpenuhi.
"Mereka
akan mengatakan, "Aku tidak peduli terhadap rencanamu. Aku juga tidak peduli
atas hasil bulan lalu", ujar Dixon Thayer, kepala penjualan internasional.
"Kami minta Anda untuk menggunakan angka ini". Russ (Kersh) akan
memberi angka penjualan dan laba dan mengatakan “hidupmu akan tergantung pada angka
tersebut. Angka-angka itu sangat tidak berdasar dan tidak masuk akal".
Untuk
mempertahankan pekerjaan mereka, beberapa manajer Sunbeam mulai melakukan
berbagai penyimpangan. Komisi yang mestinya dibayarkan kepada para agen penjualan
mulai tidak dibayar. Menjelang musim liburan, usaha untuk memoles angka tersebut
menjadi semakin sulit. Perusahaan menawarkan barang kepada toko-toko eceran
enam bulan sebelum mereka membutuhkannya. Para pemilik toko eceran tidak harus
membayar ataupun mengambil barang tersebut selama enam bulan.
Dengan
tata cara yang seringkali aneh dalam interpretas akuntansi, Kersh jarang
bertindak secara konservatif selama menjabat sebagai CFO di Sunbeam. Dia selalu
membusungkan dada dan menunjukkan bahwa dialah "pusat laba terbesar"
perusahaan. Dalam pertemuan para eksekutif, Dunlap mengatakan: "Jika bukan
karena Russ dan tim akuntansi, kita ini bukanlah apa-apa". Beberapa
eksekutif mendengar Dunlap menyuruh bawahannya "Gunakan angka itu, dan
Russ akan menutupinya".
Daeirda
DenDanto, saat itu berusia 26 tahun, baru saja dipekerjakan di departemen
internal audit perusahaan, mengungkapkan praktik menyimpang yang dilakukan
perusahaan, tetapi tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi yang dibuatnya.
Akhirnya dia mengundurkan diri setelah gagal mengungkap praktik kotor
perusahaan. Beberapa bulan berikutnya, praktik menggelembungkan laba tersebut
terungkap, dan terjadi kehebohan di dewan direktur. Kerugian perusahaan pada
tahun tersebut mencapai $1 miliar dan harga saham terperosok ke $6 per lembar
dari sebelumnya $53 per lembar. Perusahaan dan seluruh karyawan harus
menanggung kerugian
tersebut.
Sumber: John A. Byrne. "Chainsaw:
He Anointed Himself America's Best CEO. But Al Dunlap Drove Sunbeam into
Ground". Business Week. 18 Oktober 999. Hal: 128-149.
SARBANES-OXLEY ACT
Undang-undang ini
diprakarsai oleh Senator
Paul Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio), dan
telah ditandatangani oleh Presiden George W. Bush pada tanggal 30 Juli
2002. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Amerika
Serikat terhadap berbagai
skandal pada beberapa
korporasi besar seperti: Sunbeam, Enron, WorldCom (MCI), AOL
TimeWarner, Aura Systems,
Citigroup, Computer Associates International, CMS Energy, Global
Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox; yang juga
melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC.
Semua skandal ini merupakan contoh tragis bagaimana fraud schemes berdampak sangat buruk
terhadap pasar, stakeholders dan para
pegawai. Dengan diterbitkannya undang-undang ini, ditambah dengan beberapa
aturan pelaksanaan dari Securities
Exchange Commision (SEC) dan beberapa self
regulatory bodies lainnya,
diharapkan akan meningkatkan
standar akuntabilitas korporasi,
transparansi dalam pelaporan keuangan, memperkecil
kemungkinan bagi perusahaan atau organisasi untuk melakukan dan menyembunyikan
fraud, serta membuat perhatian pada tingkat sangat tinggi terhadap corporate governance. Saat ini, corporate governance dan pengendalian internal
bukan lagi sesuatu yang mewah lagi; karena kedua hal ini telah disyaratkan oleh
undang-undang
Hal-hal yang Diatur dalam Sarbanes-Oxley Act
Dalam Sarbanes-Oxley Act
diatur tentang akuntansi,
pengungkapan dan pembaharuan governance; yang mensyaratkan adanya
pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang
hasil-hasil yang dicapai manajemen, kode
etik bagi pejabat
di bidang keuangan,
pembatasan kompensasi eksekutif,
dan pembentukan komite audit yang independen. Selain itu diatur pula
mengenai hal-hal sebagai berikut:
-
Menetapkan
beberapa tanggung jawab baru kepada dewan komisaris, komite audit dan pihak
manajemen
-
Mendirikan
Public Company Accounting Oversight Board, sebuah dewan yang independen dan
bekerja full-time bagi pelaku pasar
modal
-
Penambahan
tanggung jawab dan anggaran SEC secara signifikan
-
Mendefinisikan
jasa “non-audit” yang tidak boleh diberikan oleh KAP kepada klien
-
Memperbesar
hukuman bagi terjadinya corporate fraud
-
Mensyaratkan
adanya aturan mengenai cara menghadapi conflicts
of interest
-
Menetapkan
beberapa persyaratan pelaporan yang baru
Dalam hal
pelaporan, Sarbanes-Oxley Act mewajibkan semua perusahaan publik untuk membuat
suatu sistem pelaporan yang memungkinkan bagi pegawai atau pengadu (whistleblowers) untuk
melaporkan terjadinya penyimpangan.
Sistem pelaporan ini diselenggarakan oleh komite audit.
Perusahaan dapat menggunakan jasa pelaporan hotlines
seperti ACFE’s EthicsLine. ACFE dapat membantu menyusun hotlines pengaduan yang
akan menerima dan
merahasiakan pengaduan, dan
memberikan informasi kepada perusahaan agara
dapat mengambil tindakan
yang tepat. Sistem
hotlines ini
akan mendorong para pegawai untuk melaporkan karena mereka merasa aman
dari tindakan pembalasan dari yang dilaporkan, dan inilah elemen penting dan
kritis bagi program pencegahan fraud
yang kuat (a robust fraud prevention
program).
Sarbanes-Oxley Act juga meningkatkan program perlindungan bagi
pegawai yang menjadi pengadu atau
pemberi informasi, yang
mendapatkan perlakuan buruk
dari perusahaannya setelah membeberkan adanya fraud dan membantu investigasi seperti: dipecat, didemosikan,
diskors, diancam, dilecehkan dan berbagai perlakuan diskriminatif lainnya
Pegawai tersebut dapat mencari perlindungan melalui Departemen Tenaga Kerja dan pengadilan
distrik setempat. Dengan
adanya undang-undang ini,
tindakan pembalasan terhadap pengadu dianggap sebagai pelanggaran
Federal (a Federal offense) sehingga terdapat konsekuensi hukum pidana bagi
orang yang melakukannya berupa hukuman penjara sampai dengan 10 tahun.
Adapun perusahaan
atau organisasi yang diatur oleh Sarbanes-Oxley Act antara lain:
perusahaan-perusahaan yang sahamnya telah diregistrasi berdasarkan Section
12 of the Exchange Act of 1934, perusahaan-perusahaan yang wajib membuat
laporan diregistrasi berdasarkan Section 15(d) of the Exchange Act,
perusahaan-perusahaan yang sedang dalam proses registrasi, dan Kantor Akuntan
Publik yang menerbitkan laporan audit. Undang - undang ini
tidak mengecualikan perusahaan asing yang listing di Amerika Serikat dan KAP
dari luar Amerika Serikat yang menerbitkan laporan auditnya bagi perusahaan
tersebut. Persyaratan bagi independensi
auditor yang diatur
dalam Sarbanes-Oxley Act diantaranya: menghindari beberapa
aktivitas yang dilarang (§201), semua jasa audit harus telah disetujui
oleh komite audit,
adanya rotasi dari
partner yang melakukan
audit, menghindari konflik kepentingan,
dan penelaahan oleh Comptroller
General terhadap dampak
potensial dari rotasi yang telah diwajibkan.
Komite Audit
Dalam kaitan
tanggung jawab korporasi, Komite Audit mempunyai tanggung jawab sebagai
berikut:
-
Melakukan
seleksi, menghitung kompensasi dan mengawasi KAP yang mengaudit korporasi
-
Menjadi
anggota independen dalam dewan komisaris
-
Menyelenggarakan
prosedur untuk menangani komplain - komplain yang berkaitan dengan akuntansi,
pengendalian internal dan hal - hal lain yang berkaitan dengan audit
-
Menelaah
dan menyetujui jasa audit dan jasa - jasa lain yang diberikan oleh KAP
Public Company Accounting Oversight Board
Dewan ini
dibentuk berdasarkan Sarbanes-Oxley Act Title I yang berbunyi: “... .to oversee the audit of public companies
that are subject to the securities laws.” Dewan ini mempunyai 5 orang
anggota yang dipilih oleh SEC setelah berkonsultasi dengan Menteri Keuangan (Secretary of Treasury) dan Gubernur Bank
Sentral (Chairman of the Federal Reserve
Board). Tugas-tugas dari dewan ini antara lain:
-
Melakukan
registrasi terhadap KAP yang mengaudit perusahaan publik
-
Menetapkan
dan mengadopsi, atau melakukan keduanya: standar audit, quality control, etika, independensi dan beberapa standar lain yang
berkaitan dengan proses audit
-
Melaksanakan
inspeksi terhadap KAP - KAP
-
Melakukan
investigasi, penegakan disiplin dan pengenaan sanksi terhadap KAP dan partner dari KAP yang melakukan
pelanggaran
-
Melakukan
tugas - tugas dan fungsi - fungsi lain sebagai dewan yang dianggap perlu demi
kepentingan publik
SAS NO. 99
Statement on Auiditing Standard (SAS)
No. 99 - Consideration of Fraud in a
Financial Statement Audit diterbitkan pada bulan Desember 2002 menggantikan
SAS No. 82 dengan judul yang sama. SAS No. 99 ini merupakan Pernyataan Standar
Audit signifikan yang pertama kali diterbitkan
setelah diundangkannya Sarbanes-Oxley Act.
Pernyataan ini menegaskan kembali
tanggungjawab auditor yang telah dinyatakan dalam SAS No. 1 Codification of Auditing Standards and
Procedures dan SAS No. 82, yaitu:
“The auditor has a responsibility to plan and
perform the audit to obtain reasonable assurance about whether the financial
statements are free of material misstatement, whether caused by error or fraud.”
SAS No. 99 ini
efektif bagi audit keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah 15
Desember 2002. Perincian detail dari SAS
No. 99 ini bisa didapatkan di
www.aicpa.org. Secara garis besar komponen dari SAS No. 99 adalah:
-
Deskripsi
dan karakteristik-karakteristik dari fraud.
-
Kecurigaan
secara profesional (professional
scepticism).
-
Diskusi di
antara tim audit yang ditugaskan.
-
Mendapatkan
informasi dan bukti audit.
-
Mengidentifikasi
risiko-risiko.
-
Penilaian
risiko-risiko yang telah diidentifikasikan.
-
Tanggapan
terhadap penilaian risiko.
-
Mengevaluasi
bukti dan informasi audit.
-
Mengkomunikasikan
fraud yang mungkin terjadi.
-
Mendokumentasikan
hal-hal yang berkaitan dengan fraud.
Sejalan dengan SAS No. 99 ini, the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) telah
membentuk Fraud Task Force of the AICPA’s
Auditing Standards Board yang bertugas untuk melakukan studi tentang
pencegahan dan pendeteksian fraud dengan disponsori oleh Association of Certified Fraud Exminers (ACFE) dan beberapa
organisasi lain yakni IMA, IIA, dan FEI. Hasilnya pada bulan November 2002 telah mengeluarkan Management Antifraud Programs and Control - Guidance to Help Prevent
and Deter Fraud. Inti pesan dari dokumen ini adalah setiap organisasi harus
segera mengambil langkah proaktif untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya fraud demi integritas keuangan, reputasi
dan masa depan organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno.2009.Etika
Bisnis dan Profesi.Jakarta:Salemba Empat.
jalanhidup2012.blogspot.com/.../kenapa-sich-harus-ada-gcg-terkait-kasus.html